Oleh: Sabpri Piliang, Wartawan Senior
Kisah Aladdin, Sinbad, Ali Baba, dan Abu Nawas adalah “Kisah 1001” malam. Semua “risalah” ini, erat kaitannya dengan Baghdad. Ibukota Irak, yang dulunya termasuk dalam kawasan dan menjadi bagian dari “Tanah Persia”. Dalam istilah lain, orang-orang Yunani menyebutnya ‘Mesopotamia’. Yang berarti, di antara dua Sungai.
Orang-orang Irak, di era Abu Nawas, Aladdin, dan pelaut Sinbad, semasa kekhalifahan Abbasiyah, telah mempunya jiwa seni yang ‘concern’. Bahkan Presiden Irak Saddam Hussein, yang dituding oleh dunia Barat sebagai “despotik” atau menganut paham “despotisme” (absolut), punya jiwa seni yang “mumpuni”. Saddam Hussein yang memerintah Irak, sejak 1979-2003, memiliki Kecintaan terhadap dunia sastra.
Konon Saddam, di sela politiknya yang keras dan tegas, ikut menulis sastra romantis dengan judul “Zabiba and The King”. Novel yang menceritakan penguasa Irak di abad pertengahan, dan menetap di Kota kelahirannya Tikrit ini. Sepertinya adalah refleksi untuk dirinya sendiri. Bisa jadi sebagai personifikasinya.
Hatta. dalam kisah jenaka 1001 malam tersebut, Raja sangat marah. Sang Raja marah. Karena menemukan Isterinya yang bernama ‘Syahrazad’ berselingkuh. Hukumannya, sang isteri dan selingkuhannya, dihukum pancung. Menjelang hari ‘eksekusi’, setiap malam ‘sang permaisuri’ mendongeng untuk raja.
Cerita jenakanya mencakup: Sinbad “Si Pelaut”, Ali Baba, Abu Nawas, Aladdin. Dongeng Irak dan khas Timur Tengah ini, membuat raja senang. Raja pun mencabut hukuman mati kepada Syahrazad.
Irak adalah negeri kaya “gemah ripah loh jinawi”, Negeri makmur yang cadangan “crude Oil”nya sekitar 148 milyar barel (data: 2018). Negara minyak terbesar ke-4 di dunia.
Wajar, bila negara Barat berkepentingan untuk tidak “menginginkan” pemimpin kuat mengelola negara “1001 Malam ini”. Saddam Hussein, sangat kuat dalam menjalankan Pemerintahannya. Karena itu, Saddam yang dituding “despotik”, tidak diinginkan.
Kisah di atas adalah, ‘fragmentasi’, atau sepenggal, betapa bangsa Irak telah memiliki ‘kultur’ yang tinggi, sejak tahun 300 Masehi.
Berbagai versi mengartikan secara ‘etimologi’ kata Irak’ maupun ‘Baghdad’. Irak berarti “Kota Rai Baru” yang artinya, “wilayah yang Subur” diantara sungai Tigris dan Eufrat. Kedua sungai yang membelah negara Irak. Sementara “Baghdad” bermakna sebagai, “Anugerah Tuhan”.
Tentu, tak berlebihan bila kita menyebut. Bangsa Irak adalah bangsa, dengan kebudayaan tua. Serta telah “tercatat” dalam sejarah peradaban manusia. Tak pula berlebihan, bila menganalogikan Timnas Sepakbola Irak, yang Kamis lusa akan berhadapan dengan Timnas Indonesia. Sebagai tim “powerfull”. Merasa “di atas angin”.