Lain lagi tantangan yang dihadapi marga Malak Kalawilis Pasa. Komunitas marga ini harus selalu berada dalam posisi waspada menjaga tanah dan hutan adat. Mereka menghadapi beragam pihak yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan logging, yang seringkali masuk di wilayah adat mereka tanpa izin.
Menurut Laporan Pemantauan Deforestasi Papua Periode Januari-Februari 2024 yang diterbitkan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, pada tahun 2023 luas deforestasi mencapai 25.457 hektar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan tahun 2022, seluas 20.780 hektar.
Masyarakat adat menyaksikan dan mengalami secara langsung rentetan dampak deforestasi dan ketersingkiran dari hutan dan tanah adat sebagai ruang hidup mereka. Mulai dari semakin sulit dan jauhnya mencari sumber makanan, menurunnya kualitas air, kerentanan pengelolaan sagu sebagai sumber pangan utama, hingga potensi kekeringan dan gagal panen di kebun mereka.
Rentetan persoalan ini akan berujung pada beragam permasalahan kesehatan, gizi buruk, serta berbagai masalah sosial dan ekonomi.
Warga Kampung Malalilis termasuk yang merasakan getirnya tinggal di daerah kantong (enclave) dalam area HGU perkebunan sawit PT.Henrison Inti Persada. Mayoritas warga kampung ini adalah orang Moi. Mereka menempati rumah-rumah yang dibangun Pemerintah bagi warga yang bekerja dan tinggal di area perkebunan sawit.
Keluarga Yeheskiel Malak, salah satu anggota Gelek Malak, menempati salah satu rumah di sana. Ia dan istrinya pernah menjadi buruh perkebunan. Keduanya lantas mengalami PHK. Mereka terkadang ke Malalilis demi mengurus kebun pisang yang mereka kelola di lahan tidur perusahaan.
“Buruh-buruh di sini menyandarkan hidup pada penjual sayur dan penjual ikan keliling. Air pun susah. Untuk kebutuhan air bersih, mereka harus membeli air galon,” ujar Yeheskiel.
Tatapannya menerawang, “Kalau gaji terlambat mereka terima, mereka terpaksa mengutang pembelian sayur, ikan, sembako, dan air. Di situasi seperti ini, penjual-penjual berkoordinasi dengan pengawas perkebunan, dan meminta agar pembayaran utang langsung dipotong dari gaji si buruh. Kalau sudah begitu, kehidupan buruh akan terus-terusan terlilit utang.”