Selasa, Desember 3, 2024

Menanti Penurunan Suku Bunga The Fed, Begini Strategi Investasi Saham yang Tepat

Must read

Pelaku pasar menantikan kepastian penurunan suku bunga The Fed. Penurunan suku bunga bisa jadi titik balik pasar saham kembali bergairah. Berikut ini strategi investasi saham yang bisa dilakukan oleh investor ritel.

Pasar saham Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup tinggi sepanjang 2024. Sempat mengalami euforia setelah harga saham Big Bank mencatatkan all time high pada awal 2024, pelaku pasar langsung dibuat frustasi sepanjang Mei-Juni 2024 setelah IHSG turun 8 persen dalam sebulan. Lalu, bagaimana prospek pasar saham di semester II/2024? 

Dari catatan Mikirduit, pergerakan IHSG sepanjang 2024 didorong oleh saham-saham non-fundamental seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN), PT Petrosea Tbk. (PTRO), PT Amman Mineral International Tbk. (AMMN), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) termasuk PT Mayapada Hospital Tbk. (SRAJ) yang menjaga sektor kesehatan tetap menghijau sepanjang 2024.

Sementara itu, saham berbobot besar ke IHSG dengan fundamental yang baik seperti saham Big Bank, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Astra International Tbk. (ASII), dan lainnya cenderung tertekan. 

Ilustrasi Kondisi Sektoral Pasar Saham Indonesia 2022 – 8 Juli 2024 (%), Mikirduit. Foto: VRITIMES.com

Kondisi pasar saham juga bisa dibilang kurang menarik karena rata-rata transaksi harian mayoritas selalu di bawah Rp10 triliun sepanjang 2024. 

Apalagi, penerapan full call auction di papan notasi khusus membuat investor cukup sulit melihat pergerakan sektoral karena mayoritas mengalami koreksi. Penyebabnya, banyak saham yang tadinya tidur di Rp50 per saham, kini malah turun lebih dalam. Hasilnya, sektor yang menguat adalah yang didukung saham booming seperti Grup Prajogo Pangestu, AMMN, DSSA, hingga SRAJ. 

Surya Rianto, Founder Mikirduit, mengatakan tren pasar saham yang bisa dibilang sudah sideways sejak 2022 hingga saat ini adalah hal yang wajar ketika bank sentral melakukan transisi dari kebijakan suku bunga rendah menjadi tinggi. Hal itu membuat roda pertumbuhan ekonomi melambat, hasilnya kinerja bisnis juga mengalami perlambatan. Dengan underlying saham adalah bisnis perusahaan, kondisi itu membuat prospek pasar saham kurang menarik. 

“Saat posisi suku bunga tinggi seperti saat ini, opsi investasi yang menarik justru ada di obligasi negara. Pasalnya, harga obligasi negara akan turun karena suku bunga bank sentral naik, artinya banyak posisi obligasi yang murah dengan tingkat kupon tetap. Dengan begitu, investasi ke aset tersebut lebih memberikan kepastian cuan dibandingkan dengan saham yang justru dalam tekanan karena prospek bisnis yang melambat,” ujarnya. 

Kondisi ini juga jadi jawaban bagi para investor yang mempertanyakan kenapa saham dengan fundamental bagus, harga sahamnya turun, tapi saham yang fundamentalnya tidak menarik malah naik. 

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article