Oleh Farid Gaban
Dua kali saya mendengar ajakan pembangkangan warga. Pertama dari Zainal Arifin Mochtar ketika Omnibus Law lolos melenggang meski ada protes besar. Kedua dari Bivitri Susanti dalam konteks politik sekarang (MK vs DPR/Jokowi).
Baik Zainal maupun Bivitri adalah ahli hukum tata negara. Di situ mereka nampak desperate bagaimana mekanisme normal bernegara sudah diinjak-injak dan tidak memungkinkan koreksi dari dalam sistem.
Yang dimungkinkan adalah koreksi dari luar sistem, dari rakyat kebanyakan, lewat protes yang vokal namun damai: dengan membangkang.
Dalam civil disobedience, warga secara sadar dan sengaja membangkang terhadap hukum, tututan dan perintah tertentu dari pemerintah. Ini adalah bentuk perlawanan minimal, protes secara damai dan nir-kekerasan.
“Jika undang-undang dan aturan membuat kita bertindak tidak adil, maka abaikan undang-undang!” kata Henry Thoreau, salah satu “bapak” pembangkangan sipil.