Mulyono pamer kedigdayaan. Tanpa batas. Dia cengkeram seluruh ketua parpol. Dia paham betul bahwa hanya dengan menguasai partai politik dia akan selamat. SBY adalah contoh cerdas. Hanya dengan menguasai partai maka di 2024 – 2029 dia masih eksis. Golkar jadi tempat berlindung. Gagal. Jadilah dia paria di bawah pohon beringin.
Mulyono ngacau. Karena merasa kuat. Ngomong ngawurpun dia lakukan: di bawah pohon beringin sejuk. Yang benar pohon beringin itu angker. Warga desa tak akan berani berlindung di bawah pohon beringin saat badai menerjang.
Mulyono meremehkan Pohon Beringin. Golkar dia pikir menyejukkan dan gampang diambil. Roh Golkar itu kuat dan ngeri. Paloh bikin Nasdem karena terpental dari Golkar. Wiranto dengan Hanura, PKPI, bahkan Gerindra berkiblat politik ke Golkar.
Mulyono ingin menyongsong 10 periode kekuasaan: dengan menguasai Golkar. Taktik Mulyono yang sempat disebut sebagai Raja Jawa kini jadi bahan tertawaan anak STM. Cukup anak-anak STM. Mereka paham tentang politik durjana yang tengah dipertontonkan.
Kisah Mulyono berakhir tragis. Alam kini membayar kontan. Tak pernah dalam sejarah selama 10 tahun terakhir, gerakan massa kaum nasionalis menggelegar di dunia maya. Tak ada sedikitpun celah buzzer Mulyono untuk menyerang massa. Dunia digital dan medsos dikuasai kaum pecinta Indonesia selama 36 jam. Keluarga Mulyono termasuk Erina Hudono pun menuju titik nadir. Bau ketek.
Mulyono pun tumbang. KIM plus pun berantakan. Partai-partai, para ketua parpol, termasuk Bahlil, yang diserang hanya dengan satu botol Hihiki, kini lebih memercayai rakyat daripada Mulyono.
Suasana batin rakyat sama sekali tidak menghargai Mulyono. Ini membebaskan para ketua parpol yang disandera oleh Mulyono. Rakyat harusnya menjadi tempat berlindung. Bukan Mulyono.
Mulyono ditinggalkan beramai-ramai. Dalam Kongres III Nasdem Jokowi curhat. Betapa tidak, para politikus yang tiga hari sejak 20 Agustus 2024 masih di bawah ketiaknya, tiba-tiba menindih kepalanya. Tanggal 24 Agustus 2024 menjadi titik kehancuran Mulyono dan keluarganya.
Bagaimana dengan para politikuks yang tersandera? Mereka nekat kabur meninggalkan Mulyono. Karena pada 20 Oktober 2024 semua kekuatan Jokowi berakhir. Muncul penguasa baru: Prabowo Subianto.
Kan ada Gibran? Tak usah dihitung manusia yang satu ini. No body. Dan. dia tak punya kekuatan apa pun. Ban serep pun bukan.
Runtuhnya Mulyono menimbulkan kerugian besar bagi para partai politik. Upaya mengasingkan PDIP dengan KIM Plus berantakan. Contohnya? Pilgub Jakarta yang dirancang RK-Kaesang/Suswono lawan cagub bodong gagal.
Ada kemungkinan RK akan kalah lawan Ahok. Atau Anies sekali pun. Kenapa? Lah rakyat tidak percaya lagi sama Mulyono. Yang didukung Mulyono atau membawa-bawa Mulyono di Pilkada nanti dipastikan akan bernasib sama dengan Mulyono: ditinggalkan oleh rakyat.
Tentu para partai tidak akan mau bernasib seperti Mulyono. Tidak ada satu pun kepala daerah nanti yang akan membawa-bawa Mulyono dan Jokowi. Karena Jokowi adalah produk gagal dari reformasi; penghancur demokrasi. Para ketua parpol, cagub, cabup, cawako, pun tidak akan berani berlindung di bawah pohon beringin.
Apalagi badai tengah menyambar. Badai rakyat yang menuntut Mulyono segera hengkang dari kekuasaan di Republik Indonesia.
Biarkan Mulyono berlindung di bawah pohon cempedak sebagai paria, karena Pohon Beringin pun menolak dijadikan tempat berteduh. Bahlil berdirilah tegak! Setelah 20 Oktober 2024 ada Pak Prabowo!
Penulis: Ninoy Karundeng