“Kampung Merasa tidak menang, tapi berhasil masuk 8 besar. Kesuksesan ini menjadi pemantik luar biasa besar di lapangan. Masyarakat Kampung Merasa selama ini tidak menyadari bahwa kakao bisa begitu menarik dan memainkan peran penting. Hingga kemudian mereka bersama-sama belajar meningkatkan kualitas. Ini juga menjadi modal bagi mereka untuk menawarkan kakao Kampung Merasa ke Pipiltin Cocoa,” kisah Maya.
Januari 2022 menjadi momen yang menarik. Pipiltin Cocoa merilis chocolate bar Kampung Merasa 74%, cokelat single origin asli Indonesia keenam yang diproduksi oleh perajin cokelat tersebut.
“Sejak itu, semua pintu kanal seperti terbuka. Tanpa kami mencari, orang datang ke Kampung Merasa. Pemkab Berau menjadikan kakao sebagai komoditas unggulan yang harus dikembangkan. Bola saljunya bergulir ke mana-mana,” kata Maya.
Yang makin membanggakan, Kampung Merasa menjadi kampung rujukan bagi kampung lain untuk meningkat level biji kakao. Kabupaten lain berkunjung ke Kampung Merasa, belajar proses dari hulu ke hilir, dari pengelolaan kebun hingga proses bean to bar.
Legenda cokelat sempat menghambat
Ada cerita menarik di balik kakao Merasa. Sebelum pendampingan oleh YKAN, warga Kampung Merasa berpikir bahwa kakao adalah buah beracun.
“Rupanya, sewaktu mereka masih kecil, nenek moyang mereka mengatakan bahwa kakao itu beracun. Dulu, penduduk sering mengulum buah kakao. Orang dengan perut yang sensitif lalu akan mengalami sakit perut. Padahal, itu karena di dalam kakao ada kandungan kafein,” kata Maya.
Saat menemani warga lokal untuk membuat biji kakao fermentasi dalam pelatihan bean to bar, YKAN mengumpulkan para ibu Kampung Merasa dan melatih mereka mengolah kakao untuk konsumsi sendiri. “Mereka takjub, karena untuk pertama kalinya mereka tahu bahwa kakao bisa diolah menjadi makanan dan minuman. Sejak itu, mereka suka membuat di rumah masing-masing untuk dijual kepada wisatawan,” kata Maya.
Sementara itu, di saat bersamaan, kelompok tani mulai konsisten mengolah dan memproduksi produk dari kakao, hingga kemudian membuat chocolate bar dengan varian rasa 50% atau 70%. Karena warga Kalimantan lebih menyukai cita rasa manis, kelompok tani ini memberi campuran rasa manis berupa gula aren dan susu.
Yang menarik, Kampung Merasa juga mulai memproduksi pasta kakao padat sebagai bahan baku signature drink di Milkyway Coffee & Milk, Tanjung Redeb, Berau. Kerja sama dengan kafe ini tak lepas dari berbagai pemberitaan terkait launching produk Pipiltin Cocoa.
“Milkyway berpikir, jika kakao Kampung Merasa bisa sampai Jakarta, kenapa mereka yang berada di Kabupaten Berau justru tidak memanfaatkannya? Kebanggaan menggunakan biji kakao lokal itu pun menular,” kata Maya.