Oleh: Masduki Baidlowi
Juru Bicara Wakil Presiden RI
Masa jabatan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin tinggal menghitung hari. Ada banyak kenangan selama lima tahun (2019-2024) Kiai Ma’ruf menjalankan pengabdiannya pada negara. Banyak pula lika-liku serta pahit getir yang dirasakannya saat menjalankan tugas negara ini. Namun, Kiai Ma’ruf melaluinya dengan sabar dan tabah.
Ada filosofi yang melatarbelakangi, kenapa Wakil Presiden RI ke-14 ini bisa berjalan kompak dengan Presiden dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Seperti bermain ganda dalam bulutangkis, begitulah ibarat yang acap dikemukakan Kiai Ma’ruf kepada pers dalam menjaga kekompakan saat menjalankan tugas bersama Presiden.
Sebagai pasangan dari pemain ganda dalam bulutangkis, Kiai Ma’ruf harus mengerti: kapan ia mesti berada di posisi samping atau harus ke belakang, bahkan terkadang mesti maju ke depan demi menjaga kekompakan. Artinya, Wapres mesti pandai menyesuaikan diri dengan kehendak Presiden.
Filosofi itulah yang dimainkan Kiai Ma’ruf selama lima tahun mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan filosofi sebagai pemain ganda dalam bulutangkis tersebut, duet kepemimpinan nasional terasa padu dan kompak selama lima tahun.
Sedari awal masa kepemimpinan, Kiai Ma’ruf sudah berpesan, ”Tolong jaga posisi saya dengan baik. Jangan sampai saya sebagai Wakil Presiden melakukan langkah-langkah yang menimbulkan penafsiran seakan-akan saya akan menyaingi Pak Jokowi,” begitu pesan yang disampaikan Kiai Ma’ruf Amin.
Bahasa gampangnya, jangan sampai duet kepemimpinan nasional Presiden dan Wakil Presiden menimbulkan kesan matahari kembar. Kesan matahari kembar ini pernah terlintas di benak publik dalam kepemimpinan nasional sebelumnya.
Pesan Wapres cukup jelas. Presiden adalah matahari yang tidak boleh disaingi oleh siapa pun. Jika tidak hati-hati, Wakil Presiden adalah posisi yang langkah-langkahnya paling punya potensi untuk ditafsiri, dianggap atau dikesankan sebagai langkah untuk menyaingi Presiden. Menjaga kekompakan dalam kepemimpinan nasional, bagi ulama yang secara keturunan (nasab) masih bersambung ke Syekh Nawawi Albantani ini merupakan prinsip agama yang mesti ditaati.
Kitab fiqih politik klasik, Adabud Dun-ya wad Din karya Imam Almawardi, mendeskripsikan dengan jelas tentang larangan terjadinya matahari kembar dalam kepemimpinan nasional (Beirut Darul Fiqr 1992 M/1412 H, halaman 97). Rupanya, referensi inilah yang menjadi alasan utama Kiai Ma’ruf, di samping landasan konstitusi nasional tentunya.
Konstitusi menegaskan, wakil presiden bertugas sebagai pembantu presiden. Wakil presiden akan berfungsi maksimal manakala Presiden berhalangan tetap. Itulah sebabnya, Kiai Ma’ruf sebagai wakil presiden sudah mengambil semacam garis demarkasi supaya dirinya tidak melewati batas-batas kepemimpinan yang sudah diatur dalam konstitusi.
Banyak yang over-estimate terhadap besarnya kewenangan Wapres.
Memang, persepsi publik banyak yang over-estimate terhadap besarnya kewenangan dan tugas wakil presiden. Mereka membayangkan, proses untuk mendapat legitimasi dari rakyat lewat pemilu diperoleh dengan jerih payah dan keringat yang sama antara Presiden dan Wapres. Maka, wajar bila tugas dan kewenangan Wapres sama besarnya dengan tugas dan kewenangan Presiden. Inilah persepsi publik yang keliru mengenai peran wakil presiden.
Jika menengok konstitusi, jelas dinyatakan, tugas Wapres hanya mengkoordinasi kementerian dengan tanpa kewenangan untuk mengeksekusi kebijakan. Karena itu, tidak akan pernah ditemui satu pun tanda tangan Wapres untuk sebuah kebijakan pemerintahan. Wapres dalam menjalankan tugas-tugasnya berdasarkan penugasan presiden, yang diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres).
Di era Jokowi-Ma’ruf, ada sepuluh Perpres yang dilimpahkan pada Wapres. Antara lain, masalah pengentasan kemiskinan dan stunting, melaksanakan gerakan ekonomi dan keuangan syariah secara nasional dalam bentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), serta mengkoordinasi pelaksanaan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat Papua.
Dalam KNEKS, ada catatan khusus, karena Wapres berfungsi ganda: selain menjabat Wakil Ketua KNEKS (Ketua KNEKS adalah Presiden), ia juga merangkap Ketua Pelaksana Harian KNEKS. Sebagai komite yang tak punya kaki untuk melakukan langkah eksekutorial, Wapres dengan sangat cerdik memerintahkan agar KNEKS punya kaki-kaki yang mencengkeram di provinsi seluruh Indonesia.
Caranya? Membentuk Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di setiap provinsi yang dipimpin oleh gubernur dengan melibatkan seluruh stakeholder masyarakat setempat. Dari 38 provinsi, hanya lima provinsi di Papua (Provinsi Papua Barat Daya sudah ada KDEKS), Nusa Tenggara Timur, dan Bali yang belum dibentuk KDEKS.
Begitulah cara Kiai Ma’ruf menjaga kekompakan dalam menjalankan kepemimpinan nasional bersama Presiden Jokowi. Kewenangan Wapres amat terbatas. Tetapi jika dilaksanakan dengan baik dan dengan hati yang lapang, tugas-tugas yang terbatas bisa menjadi amat luas dan berkah.
Sikap lapang dada dalam menerima tugas ini disampaikan Kiai Ma’ruf ketika menerima Wakil Presiden Terpilih, Gibran Rakabuming Raka pada 24 April 2024 di kediaman resmi Jalan Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat.
Saat itu Mas Gibran sebagai wapres terpilih mohon advis: apa pesan penting untuk menjalankan tugas negara ke depan? Kiai Ma’ruf lantas bercerita tentang cara bermain bulutangkis ganda, sebuah alegori filosofis untuk menjaga kekompakan dalam kepemimpinan nasional.
Catatan yang pantas digarisbawahi adalah, sebagai wakil presiden tertua dalam sejarah Indonesia Kiai Ma’ruf (81 tahun) telah menyerahkan estafet kepemimpinannya kepada Gibran Rakabuming Raka (36 Tahun), wakil presiden terpilih dan juga termuda dalam sejarah.
Pesan alegoris tadi, insyaAllah ada keberkahan dalam estafet kepemimpinan dari wakil presiden tertua kepada wakil presiden yang termuda. Aamiin ya rabbal alamin.