Selasa, Oktober 22, 2024

Dulu Jokowi adalah Kita, Sekarang Siapa Dia

Must read

Program-program unggulan seperti pembangunan infrastruktur yang masif dan komitmen pada pemberantasan korupsi menjadi landasan utama dukungan publik. Berbagai kebijakan ekonomi pro rakyat, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), makin memperkuat citranya sebagai presiden yang dekat dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Dalam narasi ini, Jokowi bukan hanya sekadar presiden, tetapi simbol harapan akan Indonesia yang lebih baik. Ia dianggap sebagai pemimpin yang tulus, jujur, dan mampu membawa perubahan nyata. 

Kondisi ini menciptakan ikatan emosional yang kuat antara Jokowi dan sebagian besar pendukungnya. Rasa suka terhadapnya tidak hanya didasarkan pada kebijakan yang ia jalankan, tetapi juga pada personalitasnya yang dinilai rendah hati dan penuh pengabdian.

Dinamika Politik: Antara Harapan dan Kekecewaan

Setelah waktu berlalu, perubahan mulai terlihat. Beberapa kebijakan Jokowi, seperti pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), memicu kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. 

Bagi sebagian warga, kebijakan tersebut dinilai lebih menguntungkan kalangan elite dan korporasi, sementara masyarakat bawah merasa terpinggirkan. Kritik bahwa Jokowi mulai terlalu dekat dengan elite politik dan ekonomi makin memperkuat narasi bahwa dia “tidak seperti dulu lagi”. Jokowi bukan kita lagi.

Dalam konteks ini, perubahan sikap masyarakat yang dulu menyukai Jokowi menjadi penting untuk dipahami melalui lensa psikologis dan sosial. 

Masyarakat, terutama mereka yang merasa sangat terhubung secara emosional dengan Jokowi, mengalami disonansi kognitif—sebuah kondisi di mana harapan dan realitas tidak lagi selaras. 

Ketika Jokowi dianggap tidak lagi memenuhi ekspektasi awal sebagai pemimpin yang berpihak pada rakyat kecil, terjadi ketegangan emosional yang memicu perasaan kecewa, bahkan marah. Dalam kondisi seperti ini, perubahan sikap dari suka menjadi benci adalah respon emosional yang wajar.

Proses Idealization and Devaluation

Dalam psikologi, ada mekanisme yang disebut idealization and devaluation. Pada awalnya, Jokowi mungkin ditempatkan pada pedestal yang tinggi, di mana ia dianggap sebagai sosok yang sempurna, tanpa cela. Harapan masyarakat yang begitu besar membuat mereka mengidealisasi Jokowi sebagai pemimpin yang akan selalu berpihak pada rakyat. 

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article