“Mengelola faktor-faktor ini adalah tantangan besar, namun sangat penting untuk kesehatan mental pekerja,” ujar dr. Felosofa.
Para pekerja perlu didorong untuk lebih memperhatikan kesehatan, baik fisik maupun mental, dan secara sadar membuat pilihan yang mempertimbangkan aspek pengurangan risiko. Besarnya tekanan pekerjaan juga meningkatkan masalah kesehatan mental sehingga memicu kebiasaan berisiko.
Perusahaan juga harus proaktif dalam mendukung kesejahteraan mental karyawan dengan menyediakan akses ke layanan kesehatan mental serta bentuk-bentuk edukasi sadar risiko dan pengurangan risiko (harm reduction) yang relevan.
Dengan pendekatan ini, dr. Felosofa berharap dapat membantu pekerja mengurangi kebiasaan berisiko secara berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dalam kesempatan yang sama Psikolog, Sukmayanti Rafisukmawan, M.Psi, Psikolog, menuturkan, kebiasaan-kebiasaan berisiko yang muncul akibat stres dan tekanan dalam lingkungan pekerjaan salah satunya dapat ditangani dengan pendekatan Cognitive Behaviour Modification (CBM).
Pendekatan ini menekankan pentingnya edukasi terkait kebiasaan yang masih dilakukan dan konsekuensinya secara akurat, serta dukungan tanpa stigma, tujuan yang realistis, dan pembentukan keterampilan dalam meregulasi emosi dan stres.
Sukmayanti juga menambahkan bahwa kebiasaan berisiko ini diusahakan untuk dikurangi terlebih dahulu daripada dihentikan langsung secara tiba-tiba (cold turkey). Melakukan pengurangan secara bertahap (desentisisasi) dari kebiasaan-kebiasan berisiko yang timbul akibat tekanan pekerjaan dapat dijadikan sebagai solusi.
“Jika bisa berhenti secara langsung, tentu akan lebih baik. Namun, jika pendekatan seperti itu tidak berhasil dilakukan maka konsep pengurangan risiko dapat menjadi cara mengatasi kebiasaan berisiko,” ujarnya.
Sebagai contoh, kebiasaan merokok sangat sulit untuk dihentikan secara langsung, bahkan ketika berada di tempat kerja. Oleh sebab itu, perokok yang sulit berhenti merokok beralih ke modalitas terapi sulih nikotin dan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, yang menerapkan konsep pengurangan risiko sambil terus melakukan konseling dengan psikolog.
“Banyak kasus kebiasaan merokok tidak semuanya bisa berhenti 100% dan itu memang sulit dilakukan, namun jika terus dilanjutkan maka meningkatkan risiko kesehatan. Jadi bagi perokok dewasa yang sulit berhenti merokok dapat beralih ke produk alternatif yang secara ilmiah lebih menurunkan risikonya.”