Namun, kinerja yang rendah dari bauran energi primer tahun 2023, belum menyadarkan Pemerintah untuk lebih realisitis dalam menentukan target bauran energi primer setiap tahunnya Hal ini dibuktikan dengan target yang ditetapkan pada tahun 2024 kembali meningkat dari tahun 2023, yaitu sebesar 18,49%.
Dewan Energi Nasional (DEN) pada tanggal 18 Januari 2024 lalu berencana melakukan adjustment terhadap target bauran energi primer di tahun 2025 dari 23% menjadi 17% – 19% yang akan dituangkan pada revisi PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Perubahan ini menyesuaikan dengan asumsi makro ekonomi yang tidak sesuai dengan prediksi awal dikisaran 7%-8%.
Target bauran energi pada 2025 sebenarnya baru dapat tercapai dengan asumsi Indonesia telah menggunakan energi terbarukan berupa bioenergi dan bioethanol, namun dalam kenyataannya penggunaan bio ethanol hingga saat ini belum terealisasi. Sehingga target bauran energi di tahun 2025 dapat tercapai kemungkinan hanya untuk sektor Listrik saja, karena bauran energi primer pada sektor ini sudah mencapai 15%-20%.
Terdapat dua pembangkit listrik yang dapat dibangun dan dioperasikan dalam waktu singkat, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dapat mengakselerasi pencapaian target bauran energi di tahun 2025. Kedua jenis pembangkit ini sayangnya memiliki karakteristik intermittent, yakni hanya dapat beroperasi pada waktu tertentu kecuali bila menggunakan baterai (DEN, 2024).
Rendahnya pencapaian target bauran energi juga disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, antara lain: 1. Adanya keterlambatan lelang pembangkit energi terbarukan oleh PLN sejak 2019; 2. Kendala eksekusi proyek-proyek yang sudah kontrak karena bankability; 3. Peningkatan suku bunga keuangan dalam dua tahun terakhir serta, 4. Terjadinya pandemi Covid-19, sehingga mengakibatkan mundurnya waktu penyelesaian sejumlah proyek EBT, seperti PLTA Batang Toru, PLTP Baturaden, dan PLTO Rajabasa; 5. Berlarut-larut revisi Permen ESDM No. 26/2021 sehingga menghambat implementasi PLTS atap dan PSN PLTS atap 3,6 GW tidak berjalan (IESR, 2023); dan tingginya intensitas emisi Listrik Indonesia dibandingkan negara-negara kawasan.
Kondisi ini menyulitkan Indonesia untuk meningkatkan minat investor multinasional untuk berinvestasi di EBT karena umumnya mereka mensyaratkan ketersediaan listrik rendah emisi.
Mencapai Swasembada Energi, sebuah jalan panjang
Mencapai swasembada energi di Indonesia merupakan sebuah jalan Panjang dan berliku. Namun demikian, betapapun sulit dan panjangnya jalan yang harus ditempuh dan tujuan itu harus bisa dicapai, karena sudah menjadi keputusan Presiden Prabowo Subianto, artinya menjadi tugas kita semua untuk mendukung tercapai tujuan tersebut.