Kemarahan Ridwan pada kondisi Jakarta yang salah satunya diwariskan oleh Anies tidak sampai di situ. Secara lebih terbuka, dia juga menyatakan kekecewaan pada Basuki Thahaja Purnama atau Ahok. Mengutip JJ Rizal, Ridwan Kamil menyatakan bahwa Ahok adalah gubernur paling brutal dalam penggusuran.
Pada mulanya, menurut Monica, Ridwan menunjukkan ekspresi anger atau marah, tapi kemudian berubah menjadi fear, takut. Pilihan diksi “brutal” ini mungkin tidak lagi sekadar menunjukkan kemarahan, tapi lebih pada kekhawatiran atau fear. Orang yang takut kadang muncul dalam ekspresi yang ekstrim. Apakah Ridwan Kamil sedang kalap? Kita tidak tahu pasti.
Berbeda dengan Ridwan Kamil, Pramono malam tadi tampil dengan lebih percaya diri. Ekspresi mikro yang terlihat di otot-otot wajahnya menunjukkan superioritas. Sikap superior itu membuat dia dengan leluasa mengemukakan gagasan.
Bahkan ketika dia diserang, misalnya partainya dianggap memiliki pandangan yang berbeda dengan Anies, dia enteng menjawab bahwa perbeda-bedaan pandangan itu sesuatu yang biasa. Dia tidak membantah, justru menegaskan bahwa memang itulah yang terjadi.
Seperti pada debat kedua, Pramono kali ini kembali menyerang lawan dengan cara yang elegan dan jenaka. Dia bicara soal janji Ridwan Kamil di Jawa Barat ingin memindahkan ibu kota provinsi dari Bandung ke Tegal Luar.
Di Jakarta, Ridwan Kamil juga ingin memindahkan pusat pemerintahan provinsi dari Jakarta Pusat ke Jakarta Utara. Pramono bertanya, apakah pemindahan pusat pemerintahan itu relevan dan mungkin dilakukan di tengah situasi bahwa ibu kota negara akan dipindah? Apakah itu bagian dari imajinasi? Ini adalah serangan langsung ke jantung pertahanan lawan.
Tidak berhenti sampai di sini, pasangan Pramono, Rano Karno, juga melancarkan serangan dari sayap. Dia bertanya pada pasangan Dharma-Kun soal banjir di Jakarta yang menurut mereka salah satu masalahnya adalah kiriman banjir dari wilayah Jawa Barat. Pertanyaan Rano, apakah ekosistem di Bogor atau Jawa Barat sudah rusak sehingga banjir terbawa sampai ke Jakarta?
Mungkin serangan-serangan yang tidak sepenuhnya bisa dijawab ini yang membuat Ridwan Kamil marah. Bahkan menjawab pertanyaan tentang Cihampelas yang kini terbengkalai dari Dharma Pongrekun, Ridwan mengungkapkan bahwa penggantinya tidak meneruskan apa yang dia kerjakan sebelumnya.
Dia seperti ingin mengatakan bahwa penggantinya di Bandung tidak becus bekerja. Yang menarik adalah bahwa pengganti Ridwan Kamil di Bandung adalah pasangan yang diusung PKS dan Gerindra, dua partai utama pendukungnya saat ini.
Di sini, Ridwan akhirnya terlihat tidak hanya coba menyerang lawan (Ahokers dan PDI Perjuangan), tapi juga dengan potensial kawan (Anak Abah atau Aniesers), bahkan dengan kawan (PKS Bandung). Sebaliknya, Pramono terlihat nyaman dengan mengasosiasikan diri dengan beragam kekuatan politik, terutama Ahokers dan Anak Abah.
Menjadi lebih ironis karena salah satu slogan yang dibawa oleh Ridwan Kamil ketika masuk ke Jakarta adalah ingin menyatukan Jakarta. Bentuk kongkrit penyatuan itu adalah membuat Jakarta tidak terbelah antara pendukung Ahok dan pendukung Anies.