Usep menjelaskan, dalam menangani dugaan pelanggaran terhadap netralitas, khususnya yang mengarah ke pelanggaran pidana pemilu, Bawaslu pasti melibatkan kejaksaan dan kepolisian di Gakkumdu. Tapi, di Gakkumdu, peran Bawaslu berkurang karena kejaksaan dan kepolisian yang memiliki pengalaman serta kapabilitas mengenai hukum pidana.
“Karena itu, penting bagi Bawaslu untuk terhubung dengan berbagai pihak dalam rangka menguatkan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi,” tuturnya.
Ia juga mendorong transparansi Bawaslu dalam menangani dugaan pelanggaran pidana pemilu di Gakkumdu. Transparansi itu sekaligus bagian dari mengajak masyarakat sipil mengawasi penanganan dugaan pelanggaran pidana pemilu tersebut. “Bawaslu semestinya menyampaikan dinamika dan berbagai perkembangan penanganan perkara di Gakkumdu,” ujar Usep. “Bawaslu juga harus berperan aktif, jangan pasif dalam menerima laporan pelanggaran dari masyarakat.”
Yance Arizona menambahkan, putusan Mahkamah Konstitusi itu seharusnya membuat Bawaslu makin berani mengusut dugaan pelanggaran administrasi ataupun pidana pemilu yang melibatkan ASN, pejabat pusat dan daerah, hingga prajurit TNI-Polri. “Bawaslu harus lebih berani dan bersikap tegas karena putusan Mahkamah Konstitusi menjadikan subyek hukum pelanggaran menjadi lebih luas,” ucap Yance.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja serta tiga anggota Bawaslu, yaitu Lolly Suhenty, Totok Hariyono, dan Puadi, belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Ahad lalu, Rahmat mengatakan Bawaslu sudah menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 136/PUU-XXII/2024. Bentuk tindak lanjut Bawaslu adalah menyampaikan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kepada TNI dan Polri. “Sudah kirim surat ke TNI dan Polri,” kata Rahmat di Jakarta, Ahad, 17 November 2024.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto membenarkan bahwa lembaganya sudah mendapat surat dari Bawaslu mengenai putusan Mahkamah Konstitusi. Dia mengatakan TNI berkomitmen menjaga netralitas dalam pilkada.
Ia mengatakan Undang-Undang TNI sudah tegas mengatur bahwa TNI berperan sebagai alat negara yang bersifat netral dalam kehidupan politik sehingga tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis. Hariyanto juga menjamin netralitas prajurit TNI dengan rutin memberikan pengarahan kepada semua prajurit mengenai aturan dan sanksi bagi mereka yang terlibat cawe-cawe dalam pilkada.