Praktik gesek tunai atau gestun belakangan ini kian marak terjadi, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Meskipun tampak seperti solusi cepat untuk memperoleh dana segar, gestun menyimpan sejumlah bahaya yang mengancam. Tidak hanya kepada pengguna, namun juga terhadap stabilitas sistem keuangan.
Apa itu Gestun dan Mengapa Dilarang?
Gesek tunai, atau sering disingkat gestun, adalah praktik pencairan uang tunai secara tidak resmi dengan memanfaatkan kartu kredit atau limit kredit pada layanan paylater. Proses ini biasanya dilakukan melalui transaksi di merchant tertentu, yang secara teknis terlihat seperti pembelian barang. Namun, tujuan sebenarnya dari transaksi tersebut adalah untuk mendapatkan uang tunai, bukan untuk membeli barang yang ditampilkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah menyatakan bahwa gestun merupakan praktik ilegal yang melanggar hukum. Selain itu, gestun juga dapat beresiko mengakibatkan:
- Kebocoran data pribadi.
- Pencucian uang.
- Kerugian finansial bagi nasabah.
Praktik gesek tunai (gestun) sangat rentan terhadap risiko pencurian data nasabah dan juga tindak kejahatan pencucian uang. Meski terlihat praktis dan mudah, gestun merupakan transaksi fiktif yang dapat membahayakan nasabah, baik secara finansial maupun non-finansial.
Dasar Hukum yang Melarang Gestun
Praktik gestun telah dinyatakan tindakan ilegal dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)
● Pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa penerbit kartu wajib memastikan bahwa kartu kredit digunakan sesuai dengan peruntukannya, yaitu sebagai alat pembayaran, bukan untuk aktivitas lain seperti penarikan uang tunai secara ilegal.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP Tahun 2012
● Bank Indonesia mengatur bahwa transaksi dengan kartu kredit hanya diperbolehkan untuk pembayaran barang atau jasa. Praktik gestun, yang merupakan transaksi fiktif, melanggar aturan ini.
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
● Pasal 49 ayat (2) melarang aktivitas yang dapat merusak sistem keuangan, termasuk transaksi yang berpotensi digunakan untuk pencucian uang.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
● Pasal 4 memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam transaksi. Gestun yang rawan kebocoran data dan penipuan melanggar prinsip perlindungan konsumen ini.