Senin, Januari 13, 2025

Berita Salah, karena Wartawan Salah

Must read

Investigasi internal oleh ‘The Post’ mengungkapkan bahwa banyak detail dalam cerita itu tidak akurat dan beberapa informasi yang disajikan ternyata dibuat-buat. Cooke tidak pernah berhasil menemukan ’Jimmy’ yang diceritakan dalam artikelnya, dan sejumlah bagian cerita ternyata fiksi.

Setelah fakta ini terungkap, Janet Cooke mengakui bahwa cerita tersebut adalah rekayasa. Akibatnya, ‘The Washington Post’ menarik artikel tersebut dan menyatakan bahwa Cooke telah melanggar prinsip-prinsip dasar jurnalisme. Penghargaan Pulitzer yang diterimanya kemudian dicabut pada 1981, yang menjadikannya satu-satunya kasus penghargaan Pulitzer yang dicabut dalam sejarah.

Jurnalis Janet Cooke saat itu bekerja di bawah kontrol dan arahan editor legendaris Ben Bradlee. Aib Cooke merupakan peringatan yang mengejutkan selama masa-masa sulit jurnalisme investigatif pasca-Watergate. Nama perempuan jurnalis keturunan Afrika-Amerika itu terpuruk.

Skandal ini menjadi pelajaran penting dalam dunia jurnalisme mengenai pentingnya verifikasi dan akurasi dalam laporan berita. Ini juga menyoroti dampak besar yang bisa ditimbulkan oleh penulisan yang tidak benar dalam bidang media massa. Walter Lipmann telah lama mengingatkannya dan bagi jurnalis modern, Bill Kovach & Tom Rosenstiel melalui “Sembilan Elemen Jurnalisme” juga mengingatkan betapa pentingnya disiplin verifikasi: selain ‘check’ – ‘re-check’ – dan ‘cross check’.

BERITA palsu dan sumber palsu mewarnai jurnalisme Amerika di abad modern. Justru terjadi di era ketika kebebasan pers dilindungi, dan pers ditasbihkan sebagai “tiang demokrasi ke empat”, selain lembaga peradilan, wakil rakyat dan pemerintah

‘The Washington Post’ juga pernah salah mengutip pernyataan All Gore (wakil presiden dan politisi dari Partai Demokrat), lalu ‘New York Times’ mencetak salah kutip yang sama, seperti halnya ‘The Post’. Terungkap kemudian, kantor berita ‘The Associated Press’ memberitakan kutipan yang benar.

Pihak ‘New York Times’ berdalih bahwa berita yang ditulis salah – dan berakibat fatal karena sumbernya salah.
“Kami salah karena sumber kami yang baik juga salah,” begitu dalih Wakil Editor Eksekutif ‘New York Times’ Matt Purdy pada Juli 2015 lalu. “We got it wrong because our very good sources had it wrong“.

Ini bukan soal senjata pemusnah massal di Irak, yang berdampak pada hancurnya negeri Irak itu melainkan investigasi terhadap Hillary Rodham Clinton oleh Departemen Kehakiman oleh dua inspektur jenderal federal karena penggunaan email pribadi saat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Dalam skandal ‘The Post’ terungkap bahwa media salah karena wartawannya yang salah. Dengan sengaja wartawannya menulis kisah fiksi untuk laporan jurnalistik yang memuliakan fakta dan data. Sedangkan fakta dan data itu tidak ada alias hasil mengarang saja.

‘The Washington Post’ telah menerima lebih dari 70 penghargaan Pulitzer, termasuk penghargaan untuk laporan-laporan mendalam, foto jurnalistik, dan artikel tentang masalah-masalah sosial yang penting. Tentulah itu reputasi yang membanggakan. Tapi mengira apa yang ditulis ‘The Post’ selalu benar adalah kekeliruan.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article