Rabu, April 30, 2025

Terbuka, Benturan Kepentingan di Danantara

Must read

Oleh Eddy Herwanto

Sejumlah harapan dan kritik muncul setelah Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, 24 Februari 2025 lalu. Jika kita meneliti perjalanan BUMN sejak Kemerdekaan RI, struktur organisasi Danantara mengingatkan pada holding company (Holdco) PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sebelum diubah menjadi Idfood pada 2022.

BUMN di bawah Kementrian Keuangan itu memiliki subholdco operasional (Rajawali Nusindo, sebagai anak perusahaan), dan subholdco investasi RNI (termasuk unit usaha jasa manajemen Imaco).

Bisa disebut RNI merupakan Holdco BUMN pertama. Yang membedakan: Danantara akan mengelola aset sejumlah BUMN yang menguntungkan dan memiliki arus kas kuat, kecuali PLN yang masih dapat subsidi APBN.

Sedang RNI dibentuk untuk mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula, industri farmasi, organisasi perdagangan, dan jasa manejemen warisan Oei Tiong Ham Concern (OTHC) konglomerat terbesar Asia Tenggara pada masanya. Pendirian OTHC dilakukan Kian Gwan NV yang sukses mengelola perdagangan dan ekspor gula, terutama, dan hasil bumi lainnya.

Pada perkembangan berikut, sebagai perusahaan investasi RNI mengendalikan 11 perkebunan tebu dan pabrik gula (sebagian mengambilalih milik PT Perkebunan Negara), dua perkebunan sawit (berikut pabriknya), perkebunan teh dan karet, pabrik kondom dan alat kesehatan rontgen, penyamakan kulit (plus sarung tangan golf) dan pabrik karungnya, perusahaan farmasi PT Phapros Tbk, dan pemilik lahan strategis Kuningan, dan eks mabes TNI AU Kuningan, serta menjadi pemilik perakitan mobil (ISC, perakit mobil Eropa) dan pabrik lampu Philips (Surabaya). RNI juga dipercaya mengelola Pabrik Gula dan Alkohol Madukismo Jogja

Sementara Rajawali Nusindo sebagai subholdco operasional menjadi perusahaan distribusi dan perdagangan. Produk yang didistribusikannya sangat beragam, terutama produk yang dihasilkan anak anak usaha RNI.

Selain ini, Nusindo juga menjadi agen dan distributor utama sejumlah produk farmasi dan alat kesehatan terkemuka luar negeri. Pengelolaan kas anak usaha sepenuhnya jadi tanggung jawab pengurusnya, sekalipun holding RNI menempatkan seorang pengurusnya menjadi direktur (utama) atau komisaris di anak usahanya. Laporan keuangan anak anak usaha (operasional atau investasi) dikonsolidasikan ke RNI sebagai induknya.

Melihat ragam usaha operasional dan penyertaan modalnya, RNI sebagai induk seperti raksasa yang bergerak makin lamban, sekalipun di jajaran pengurus (direksi dan komisaris) induk dan sejumlah anak usahanya duduk birokrat professional dan beberapa di antaranya pernah bekerja di OTHC.

Yang menarik, tidak satu pun di antara pengurus induk dan anak usahanya, punya bisnis sebagai usaha utama (sampingannya). Ini menjadi faktor kelebihannya, yakni setiap pengambilan keputusan strategis di induk dan anak usahanya, tidak memiliki benturan kepentingan dengan bisnis setiap anggota pengurusnya.

Sedang pada Danantara, Roslan Roslani, Eric Tohir, misalnya, punya bisnis yang sudah mereka kembangkan sebelum menjadi pejabat atau menteri. Wajar jika publik atau pengamat akan bersikap kritis terhadap setiap pengambilan keputusan pengurus Danantara atas operasional atau rencana investasi (dalam hal akuisisi, atau rencana mengembangkan usaha baru).

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article