Rabu, April 30, 2025

Dedi Mulyadi: Antara Strategi Komunikasi dan Tantangan di Balik Layar

Must read

Ponsel saya tiba bergetar, di laman Facebook tiba-tiba bermunculan deretan foto dan video yang dikirim oleh grup Sahabat Dedi Mulyadi (SDM), mantan Bupati Purwakarta, yang kini menjadi Gubernur Jawa Barat.Konten sepertinya memang sengaja dibuat untuk publik yang ingin melihat keseharian sang gubernur dalam berkegiatan

Di dalam konten tersebut tampil foto-foto dan video, sang gubernur sedang di lapangan, ada yang sedang masuk kali, mengangkat sampah, ada yang sedang menginspeksi Kawasan wisata di Puncak, Bogor, dan banyak lagi postingan lainnya.

Ia memanfaatkan platform ini untuk memperlihatkan kedekatannya dengan masyarakat melalui unggahan kegiatan lapangan. Namun, di balik strategi komunikasi yang terlihat cerdas ini, terdapat sejumlah tantangan dan potensi risiko yang patut dicermati.

Komunikasi yang Responsif dan Partisipatif

Dedi Mulyadi mengadopsi pendekatan komunikasi yang bersifat partisipatif. Ia aktif berinteraksi dengan masyarakat, memberikan informasi tentang program-program pemerintah, dan merespons keluhan publik. Dalam konteks teori komunikasi, ini menciptakan ruang dialog yang memungkinkan masyarakat merasa terlibat. Namun, keberhasilan ini tidak lepas dari risiko bahwa komunikasi yang terlalu masif dapat menimbulkan kesan superficial atau dangkal.

Narasi yang Terbangun: Citra Pemimpin atau Keterasingan?

Setiap unggahan yang berisi foto dan video kegiatan Dedi bertujuan untuk membangun citra positif sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat. Namun, ada pertanyaan mendasar: seberapa dalam pemahaman Dedi terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat?

Dalam upayanya untuk membangun narasi, ada kekhawatiran bahwa ia mungkin lebih fokus pada pencitraan daripada substansi. Kritikus menyebutkan bahwa terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk berpromosi di media sosial dapat mengalihkan perhatian dari tanggung jawab utama sebagai gubernur.

Risiko Overexposure dan Distraksi

Salah satu tantangan besar dari komunikasi masif adalah risiko overexposure. Jika masyarakat terlalu sering disuguhkan dengan konten yang sama, ada kemungkinan bahwa perhatian mereka mulai berkurang.

Dalam konteks ini, Dedi Mulyadi harus mengingat bahwa komunikasi bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas. Terlalu banyak postingan yang tidak memberikan nilai tambah dapat membuat publik merasa jenuh, bahkan skeptis terhadap niat baik yang ingin ditunjukkan.

Pengaruh Terhadap Kebijakan dan Tindakan Nyata

Sementara Dedi Mulyadi menciptakan citra positif di dunia maya, penting untuk mengevaluasi apakah kegiatan di media sosial tersebut diikuti oleh tindakan nyata yang berdampak pada masyarakat. Ada risiko bahwa fokus pada komunikasi digital dapat mengalihkan perhatian dari implementasi kebijakan yang seharusnya menjadi prioritas. Masyarakat membutuhkan lebih dari sekadar janji dan citra; mereka ingin melihat hasil nyata dari kebijakan yang diusung.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article