Selasa, Juni 24, 2025

Mimpi Ekonomi Prabowo: Antara ‘Omon-omon’ dan Realita Pahit

Must read

Oleh Hara Nirankara

Di tengah ancaman tarif dagang baru dari Amerika Serikat yang mencapai 32% terhadap ekspor Indonesia, Prabowo Subianto, tampil dengan penuh percaya diri mengumbar strategi yang katanya, akan menyelamatkan ekonomi bangsa dengan memaksimalkan Makan Bergizi Gratis, Hilirisasi, dan memanfaatkan keanggotaan di dalam BRICS.

Bagi para pendukungnya, strategi ini mungkin terdengar visioner. Bahkan, beberapa bisa jadi menyambutnya dengan tepuk tangan, atau mungkin air mata haru. Tapi, apakah strategi yang diklaim “penyelamat bangsa” ini benar-benar lahir dari pikiran jernih seorang negarawan yang dulu dikenal intelek? Ataukah ini sekadar rangkaian narasi kosong dari seorang pemimpin yang mulai kehilangan ketajaman berpikir?

Pertanyaannya sederhana: Apakah MBG, hilirisasi, dan BRICS cukup kuat menopang perekonomian Indonesia yang sedang mengalami tekanan dari berbagai sisi? Secara teori, mungkin bisa. Tapi, saya pribadi meragukannya.

Faktanya, kurs IDR yang terus saja merosot hingga Rp16.950 per USD, tidak akan mampu menolong kita dari kenaikan harga-harga kebutuhan dari primer, tersier, hingga sekunder yang masih mengandalkan impor.

Esai kali ini sengaja saya buat dengan provokatif, karena saya pribadi sudah gelisah dengan semakin tumpulnya intelektualitas Presiden Prabowo.

Makan Bergizi Gratis

Prabowo menjadikan program MBG sebagai andalan untuk membentengi ketahanan ekonomi nasional, karena ia beranggapan bahwa anak-anak sekolah dan ibu hamil akan menjadi lebih sehat, produktivitas menjadi naik, dan bangsa jadi kuat dalam menghadapi tekanan ekonomi global.

Tapi, coba kalian buka mata lebar-lebar agar tidak ikutan tolol seperti buzzer rezim. Program ini, yang diperkirakan menelan biaya sebanyak Rp 450 triliun per tahun, dibangun di atas pondasi yang rapuh dengan ketergantungan terhadap impor pangan.

Indonesia masih melakukan impor 2,5 juta ton beras dan 1,8 juta ton sayuran setiap tahun, dan dengan IDR yang anjlok, harga barang-barang impor ini akan melonjak tajam. Beras impor dari Vietnam, misalnya, yang tadinya Rp12.000 per kg kini tembus Rp15.000 per kg hanya dalam hitungan bulan. Sayuran dari China? Naik 20% sejak awal tahun. Data ini berupa fakta, bukan prediksi! Apalagi mimpi basahku, hehehe.

Ketergantungan pada USD dalam transaksi impor ini membuat MBG menjadi bumerang, kenapa? Bayangkan, untuk memenuhi kebutuhan 80 juta anak sekolah dan ibu hamil, pemerintah harus mengimpor lebih banyak lagi, dan semua barang itu dibayar dalam USD yang tentunya semakin mahal.

Inflasi pangan sudah mencapai 6,8% pada Maret 2025, dan kerennya, ini baru permulaan saja. Rakyat mungkin dapat makan gratis sejenak, tetapi harga kebutuhan pokok lain akan melambung seiring melemahnya IDR terhadap USD, daya beli anjlok, dan kemiskinan semakin merajalela.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article