Senin, Mei 19, 2025

Bismillah Viral, Insyaallah Beres!

Must read

Oleh Ndoro Kakung

Dalam dunia politik yang makin menyerupai panggung hiburan, kemunculan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM bak seorang bintang reality show yang berhasil memadukan kerja lapangan dengan drama digital.

Ia hadir di tengah masyarakat dengan kamera menyala, senyum lebar, dan gestur yang menyentuh โ€” dari memeluk petani tua hingga menegur pejabat lamban. Semua disiarkan langsung, semua bisa ditonton, semua bisa disukai.

Tapi mari kita pelankan sedikit tepuk tangan itu, dan kita pakai kacamata yang lebih jernih.

Ada kutipan lama dari Mario Cuomo, mantan Gubernur New York: โ€œYou campaign in poetry, but you govern in prose.โ€

KDM, tampaknya, belum memutuskan ingin menulis puisi atau prosa. Ia sedang menulis keduanya โ€” dalam satu napas, di atas panggung yang sama.

Masalahnya, publik butuh lebih dari sekadar bait manis dan metafora haru; publik butuh struktur kalimat yang rapi, paragraf kebijakan yang logis, dan tanda baca yang menandakan arah masa depan.

KDM jelas punya keunggulan dalam โ€œbahasa kampanyeโ€. Ia menyentuh nurani rakyat. Ia menebar harapan seperti penjual obat kuat di pasar malam: ramai, meyakinkan, dan selalu ada efek dramatis.

Apakah itu cukup untuk menjalankan pemerintahan yang rumit, penuh hitungan anggaran, sengkarut birokrasi, dan regulasi yang tak bisa ditulis dengan caption Instagram?

Fenomena KDM adalah gambaran dari tren political performativity โ€” politik sebagai pertunjukan. Ketika kamera lebih sering hidup daripada rapat kerja, ketika konten lebih penting dari kebijakan, kita perlu bertanya: apakah ini pemimpin, atau influencer yang kebetulan punya kekuasaan?

Ada juga yang bertanya tentang sumber dana: dari mana uang yang dibagikan itu?

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article