Rencana Penyelenggaraan Car Free Day di Margonda Dinilai Cacat Teknis dan Mengabaikan Keselamatan
Harapan warga Depok untuk kembali menghirup udara segar tanpa polusi di tengah kota hampir saja jadi kenyataan. Pemerintah Kota Depok berencana menghidupkan kembali kegiatan Car Free Day (CFD) yang sempat dibekukan. Namun lokasi yang dipilih, yaitu Jalan Raya Margonda, justru memicu kontroversi.
“Sayangnya, rencana ini menyimpang dari prinsip dasar CFD dan cacat secara teknis,” ujar Ahmad Safrudin, penggiat lingkungan dari Car Free Day Indonesia, kepada pers, Jumat (3/5).
Tak Cukup Panjang, Terlalu Singkat
Menurut Safrudin, kegiatan CFD harus menutup jalan sepanjang minimal 4 kilometer selama setidaknya 8 jam untuk memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara. Namun, rencana Pemkot Depok hanya menutup sebagian Jalan Margonda—dari pertigaan Jalan ARH hingga pertigaan Juanda—dengan panjang 2,7 kilometer dan waktu pelaksanaan hanya 3 jam, pukul 06.00–09.00 WIB.
“Itu tidak cukup. Selain tidak memenuhi standar teknis, pelaksanaan yang singkat juga tidak memungkinkan adanya pengukuran kualitas udara harian yang valid,” katanya.
Lebih jauh, ia menyoroti belum adanya pemasangan alat pemantau kualitas udara di lokasi, padahal itu penting untuk mengukur efektivitas CFD.
Jalur Campur Aduk, Rawan Celaka
Kritik tajam juga datang dari Koalisi Pejalan Kaki. Alfred Sitorus, perwakilan koalisi tersebut, menyebut desain pelaksanaan CFD di Margonda berbahaya karena hanya menutup jalur barat. Jalur timur tetap dibuka untuk kendaraan, bahkan diberlakukan sistem contraflow.
“Ini menciptakan situasi berbahaya: orang-orang berjalan kaki dan beraktivitas di satu sisi, sementara kendaraan melaju kencang di sisi lain. Potensi kecelakaan sangat besar,” ujar Alfred. Ia mengingatkan peristiwa CFD di Jalan Suprapto, Jakarta Pusat pada 5 Agustus 2012, saat seorang pesepeda terluka parah karena tertabrak kendaraan bermotor.
Saran: Kembali ke Juanda
Alih-alih Margonda, para pegiat lingkungan dan transportasi mendorong Pemkot Depok untuk menyelenggarakan CFD di Jalan Ir. H. Juanda, yang dinilai lebih ideal. “Jalurnya sepanjang 4 kilometer, punya banyak jalan alternatif, dan pernah dijadikan lokasi CFD sebelumnya,” kata Amalia S. Bendang dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB).
Bahkan jika Pemkot tetap ingin menggunakan Jalan Margonda, penutupan harus dilakukan penuh—baik jalur timur maupun barat—dari Fly Over UI hingga pertigaan ARH, sepanjang 5,8 kilometer. “Tanpa itu, CFD hanya menjadi ajang seremoni, tanpa dampak berarti bagi kualitas udara dan keselamatan publik,” ujar Safrudin.
CFD, Bukan Gimmick
Car Free Day bukan sekadar ruang hiburan. Ia lahir pada 2001 sebagai bentuk kampanye untuk mengurangi ketergantungan warga pada kendaraan bermotor dan mendorong penggunaan moda transportasi massal. Dengan berjalan kaki, bersepeda, atau naik angkutan umum, masyarakat diajak berperan dalam menurunkan emisi karbon dan mengatasi kemacetan.
Maka, jika pelaksanaan CFD justru menciptakan risiko kecelakaan dan tidak berdampak pada kualitas udara, untuk apa dilaksanakan?
Depok tak butuh CFD setengah hati. Yang dibutuhkan adalah ruang publik yang aman, sehat, dan berpihak pada manusia. Bukan pada kendaraan.