Ekonomi Indonesia Terkapar Dihantam Pukulan Ganda di 2025
Pada awal 2025, pemerintah berharap sinyal pemulihan ekonomi akan makin nyata, menutup luka pasca-pandemi dan memperkuat pondasi pembangunan. Namun, apa daya, harapan itu harus berhadapan dengan dua pukulan berat: melemahnya ekspor dan melemahnya konsumsi rumah tangga, dua mesin utama penggerak ekonomi Indonesia. Demikian laporan Brief Report, Quarterly Economic Review 2025 “Pukulan Ganda untuk Ekonomi RI”, yang dikeluarkan CORE Indonesia.
Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 hanya mencapai 5,11 persen (yoy)—angka yang terdengar moderat, tetapi menyimpan kekhawatiran serius di baliknya.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dari 4,9% pada kuartal IV 2023 menjadi 4,7% menunjukkan bahwa dompet masyarakat mulai menipis atau menahan belanja. Sementara itu, ekspor terkontraksi 4,1% akibat menurunnya harga komoditas andalan seperti batu bara, nikel, dan CPO.

“Daya beli masyarakat masih tertahan, padahal stimulus seperti bantuan sosial dan belanja menjelang Pemilu seharusnya bisa mendorong,” ujar seorang ekonom yang enggan disebutkan namanya.

Berikut grafik struktur PDB Indonesia berdasarkan komponen pada kuartal I 2025. Terlihat bahwa: 1) Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama ekonomi, (2) Investasi menyumbang sekitar 31,4%, 3) Belanja pemerintah meski kecil tetap penting sebagai stimulan, 4) Ekspor dan impor saling mengimbangi, dengan impor sebagai pengurang PDB
Ekspor Tak Lagi Jadi Penopang
Selama dua tahun terakhir, ekspor menjadi penyelamat. Harga batu bara dan nikel melonjak akibat perang di Ukraina dan krisis energi Eropa. Tapi masa manis itu kini telah berlalu. Harga komoditas tambang dunia merosot tajam sejak akhir 2024, dan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama juga melemah.