Kementerian Investasi/BKPM tegaskan strategi hilirisasi logam dan penyederhanaan regulasi untuk dorong daya saing industri baja nasional
Di tengah gelombang hilirisasi nasional yang digaungkan dari sektor nikel, tembaga, hingga sawit, satu sektor mulai mengambil posisi sentral dalam narasi pertumbuhan: baja. Dalam sesi diskusi interaktif di Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025, Dedi Latip, Deputi Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, menyampaikan strategi pemerintah untuk menjadikan industri besi-baja sebagai pengungkit produktivitas dan ekspor bernilai tambah tinggi.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan transformasi ekonomi dari industri sektor primer menjadi industri hilir yang bernilai tambah. Investasi yang mengalir ke sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya meningkat sebesar 152% dari Rp 94,6 triliun di tahun 2020 menjadi Rp 238,4 triliun 2024.
“Besi dan baja adalah salah satu dari sebelas komoditas prioritas nasional dalam agenda hilirisasi strategis. Ini bukan hanya bahan konstruksi—ini fondasi industrialisasi,” tegas Dedi.
Menjawab Target Ambisius
Target Presiden Prabowo Subianto adalah pertumbuhan ekonomi 8% per tahun selama periode 2025–2029. Untuk mencapainya, dibutuhkan investasi senilai Rp13.032 triliun, dengan porsi swasta mencapai 86,6%. BKPM memproyeksikan sektor logam dasar akan menjadi salah satu penopang utama, termasuk besi-baja, yang pada 2045 diperkirakan mengalami lonjakan konsumsi nasional hingga 100 juta ton per tahun.
BKPM juga telah menyusun Roadmap Hilirisasi Baja 2023–2029, yang menetapkan target kapasitas produksi dan ekspansi dari hulu (billet, slab) hingga hilir (plate, HRC, pipe, wire mesh). Beberapa capaian bahkan melampaui target fase pertama:
- Steel Plate tercapai 312,8% dari target,
- Steel Slab 215%,
- Steel HRC 391%,
namun di sisi hilir seperti Wire Mesh dan Coated Steel, capaian masih rendah dan butuh dukungan investasi lanjutan.
Harmonisasi Regulasi dan Fiktif Positif
Menyadari bahwa perizinan masih menjadi momok bagi pelaku industri, pemerintah melalui UU No. 6/2023 dan PP 5/2021 memperkenalkan konsep Fiktif Positif, yakni jika permohonan izin tidak diproses dalam waktu tertentu, maka dianggap disetujui secara hukum.
“Kita tidak boleh menghambat investasi dengan prosedur administratif yang berlapis-lapis. Sekarang, bila semua syarat lengkap, izin otomatis keluar lewat sistem OSS,” papar Dedi.
BKPM kini memegang kewenangan untuk menerbitkan izin di 16 sektor prioritas melalui satu pintu sistem OSS berbasis risiko. Klasifikasi risiko ditentukan dari rendah (cukup NIB) hingga tinggi (NIB + izin usaha terverifikasi).