Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Kamis (19/6/2025) punya gawe istimewa. Yakni, menggelar hajatan Jagongan Magelangan dengan tema: ”Menelisik ’Ruh’ Spiritualitas Desa Deyangan dan Borobudur” melalui tradisi. Hajatan jagongan yang digelar di Balai Desa Deyangan ini dikemas dalam bentuk sarasehan guna menelisik potensi yang ada di Desa Deyangan. Khususnya terkait pengembangan pariwisata sebagai penyangga wisata Candi Borobudur.
Hajatan ini terselenggara atas kerja sama Pokdarwis Desa Deyangan dengan Yayasan Brayat Panangkaran Borobudur dalam rangkaian agenda Budaya Rakyat 23 Tahun Ruwat Rawat Borobudur. Selain dalam bentuk sarasehan budaya, acara yang dihadiri ratusan warga ini juga ditandai dengan penyerahan hibah 1.000 buku karya Warung Info Jagad Cleguk Borobudur.
Sucoro, sebagai pendiri Yayasan Brayat Panangkaran Borobudur sekaligus pemrakarsa tradisi Ruwat Rawat Borobudur, menjadi pemandu acara ini. ”Sarasehan bertujuan untuk membangkitkan literasi dan menumbuhkan kecintaan masyarakat untuk mencintai, melestarikan, dan mengembangkan tradisi serta menumbuhkan potensi seni dan keindahan alam sebagai destinasi wisata, khususnya di Desa Deyangan dan Kabupaten Magelang,” ujarnya.
Menurut Sucoro, untuk memulai sebuah peristiwa besar, tidak hanya Deyangan yang akan diangkat, tetapi juga Desa Pasuruan dan Donorojo. Ketiganya berada di wilayah Kecamatan Mertoyudan. ”Saya berharap, semua pengampu kepentingan dan pengambil kebijakan mau memberikan dukungan,” ucap Sucoro.

“Kalau bukan kita, siapa lagi? kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?” tegas iftachul ngumar.
Camat Mertoyudan Pujo Ihtiarta mengapresiasi Pokdarwis Desa Deyangan yang telah menggelar acara ini dengan baik. Ini merupakan salah satu upaya untuk menggali potensi desa penyangga Borobudur. ”Dulu, wisatawan mengunjungi Borobudur tetapi menginap dan berbelanja di Yogyakarta. Sekarang tidak seperti itu. Karenanya, perlu terus digali potensi wisata desa penyangga,” pintanya.
Menurut Kepala Desa Deyangan Risyanto, acara Jagongan Magelangan ini diikuti sekitar 200 peserta. Terdiri dari unsur pejabat Muspika, pelajar sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, SMA, SMK, serta semua lembaga desa seperti BPD, bank sampah, perpustakaan, dan Koperasi Merah Putih.
Baca juga: Kopi 4.0: Antara Bisnis, Budaya, dan Gaya Hidup
Risyanto menambahkan, Desa Deyangan – seperti terlihat selama ini – terkesan hanya mendapat pengaruh kemacetan akibat padatnya lalu lintas pengunjung menuju Candi Borobudur. Terkait itu, melalui acara ini ia meminta masukan dari peserta untuk memajukan Deyangan. ”Pemerintah Desa akan menyerap solusi dan arahan peserta, sampai ada investor yang masuk. Supaya Deyangan lebih maju dan berkembang,” cetusnya.
Lebih lanjut Risyanto menyebutkan, Deyangan sejatinya memiliki banyak potensi. Di antaranya, terdapat makam Abdul Rohim – kakek pemilik Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri – yang berpotensi dijadikan destinasi wisata relegi. Ada juga Jalan Tani yang memiliki panorama sangat keren. Pemandangannya dikelilingi oleh barisan perbukitan Menoreh di bagian selatan, Gunung Sumbing di sebelah barat, Gunung Tidar di sisi utara, dan Gunung Merapi – Merbabu di sayap timur.
”Tempat ini sempat viral saat Covid-19. Tentu, perlu dibenahi agar memberikan manfaat lebih luas bagi warga. Itu di luar program kami yang lain, yakni membuat mini balai ekonomi desa (balkondes),” urai Kades Risyanto.

Senada dengan Kades Risyanto, Ketua Pokdarwis Desa Deyangan Iftachul Ngumar menegaskan, pihaknya ingin menelisik sekaligus menggali dan mengembangkan potensi pariwisata yang sudah ada di Desa Deyangan. Ia optimis, ke depan potensi wisata di desanya akan lebih berkembang, lebih baik, dan migunani – alias memberi kemanfaatan bagi warga. ”Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?” tegas Iftachul Ngumar.