Rabu, Juli 9, 2025

Jakarta: Arena Peradaban Nasional

Must read

Oleh: Rioberto Sidauruk – Warga Jakarta

Jakarta, sebagai kancah peradaban Nusantara, kini berada dalam konfigurasi pembentukan identitas bangsa. Melalui penyediaan nilai budaya, peradaban, dan simbol-simbol yang berfungsi sebagai legitimasi sosial, kota ini terus mengukuhkan diri sebagai jantung Indonesia. Berawal dari pelabuhan Sunda Kelapa pada 1527, Jakarta telah melewati lima abad transformasi gemilang.

Dari pusat perdagangan maritim yang strategis, ia berevolusi menjadi Batavia di era kolonial—simpul birokrasi dan ekonomi Hindia Belanda. Pasca-kemerdekaan, Jakarta teguh sebagai ibu kota, motor penggerak pembangunan nasional, dan lokomotif perekonomian.

Kini, Jakarta menjelma menjadi megapolis global yang menyumbang 60% PDB nasional. Tak hanya itu, kota ini juga menjadi “kota industri kebijakan”, tempat ribuan kebijakan dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif lahir sebagai fondasi tata kelola negara.

Tantangan Sistemik yang Mengintai

Namun, laju pertumbuhan berhadapan dengan tantangan serius. Kemacetan Jabodetabek, misalnya, menurut kajian Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan 2021, menggerus Rp71,4 triliun PDB per tahun.

Sementara itu, ruang terbuka hijau (RTH) Jakarta hanya 5%, jauh di bawah mandat UU sebesar 30%. Studi Universitas Pertamina memproyeksikan biaya banjir melonjak 402% pada 2050 jika tidak ada intervensi kebijakan terukur.

Kebijakan Berbasis Data

Jakarta kini bergerak menuju ekosistem kebijakan berbasis data. Inisiatif seperti Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T) yang didukung Bloomberg Philanthropies dan Clean Air Fund menjadi langkah strategis. Sebagai anggota aktif C40 Cities, Jakarta memiliki posisi penting dalam jaringan global penanganan krisis iklim.

Dukungan green sukuk dan insentif fiskal hijau menarik investasi berkelanjutan. Namun, koherensi implementasi menjadi kunci. Pembangunan vertikal untuk masyarakat berpenghasilan rendah, misalnya, harus menjamin akses infrastruktur yang memadai.

Baca juga: Kopi 4.0: Antara Bisnis, Budaya, dan Gaya Hidup

Mobilitas: Nadi Vital Kota

Kemecahkan kemacetan butuh pendekatan berlapis:

  1. Percepat ekspansi mass transit dengan integrasi MRT, LRT, dan BRT melalui single-ticketing dan headway di bawah lima menit.
  2. Dukung elektrifikasi transportasi dengan insentif kendaraan listrik dan pengembangan infrastruktur pengisian berbasis energi terbarukan.
  3. Reformasi tata ruang berbasis Transit-Oriented Development (TOD), seperti yang sukses di Kopenhagen dan Oslo.
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article