Di sebuah gang kecil di Yogyakarta, Nur, 32 tahun, merintis usaha keripik bayam sejak pandemi. Modalnya hanya penggorengan, plastik kemasan, dan akun Instagram. Tak ada tim, tak ada budget iklan.
Tapi dalam dua tahun, omzetnya menembus belasan juta rupiah per bulan. Rahasianya?
Ia pelan-pelan belajar memanfaatkan kekuatan media sosial dan membangun hubungan digital dengan pelanggannya.
Cerita semacam ini banyak terjadi di berbagai penjuru Indonesia, namun sering luput dari perhatian. UMKM, yang selama ini dianggap sekadar “usaha kecil-kecilan”, justru menjadi penyokong ekonomi nasional yang tangguh.
Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, lebih dari 65 juta pelaku UMKM menyumbang sekitar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan 97 persen lapangan kerja. Namun ironisnya, banyak di antaranya masih gagap digital.
Buku UMKM Naik Kelas: Cara Sederhana Go Digital dan Cuan Maksimal mencoba menjembatani kesenjangan itu. Disusun dalam gaya praktis dan to the point, buku ini menawarkan cara-cara sederhana agar pelaku UMKM tak merasa asing dengan dunia digital.
Mulai dari memilih platform media sosial yang sesuai, membuat konten yang menjual, hingga mengelola pesanan dan membangun komunitas pelanggan—semua disampaikan dengan bahasa yang membumi dan bisa langsung dipraktikkan.
Buku ini tak hanya bicara strategi, tapi juga menanamkan mentalitas. Bahwa naik kelas bukan melulu soal besar modal, tapi keberanian untuk berubah dan konsisten belajar. Disertai contoh konkret, template siap pakai, hingga panduan iklan murah, buku ini menjadi alat bantu relevan di tengah era percepatan digital yang tak menunggu siapa pun.

Bagi para pelaku UMKM, buku ini bukan sekadar bacaan—ia bisa menjadi peta jalan.
📥 Baca dan unduh di sini:
👉 https://lynk.id/burhanabe/yyodpenpl3ly