Dorong Deregulasi dan Reformasi Birokrasi
Desakan keempat menyentuh belantara regulasi. Aliansi mendorong evaluasi TKDN di sektor yang tak punya pemasok lokal mumpuni, pencabutan kuota impor diskriminatif, dan perbaikan sistem perizinan.
World Bank (2024) mencatat, mendirikan perusahaan di Indonesia butuh 65 hari, jauh lebih lama dibanding negara efisien yang hanya 3 hari. Aliansi juga menuntut penindakan tegas terhadap usaha ilegal di sektor ekstraktif—sebuah amanat konstitusi Pasal 33.
Atasi Ketimpangan
Desakan kelima menyasar ketidakadilan sosial. Program bantuan sosial seperti PKH, PIP, dan Sembako/BPNT harus disatukan agar lebih efisien dan tepat sasaran. Jaminan sosial perlu diperluas, terutama untuk pekerja informal dan kelas menengah rentan.
Jakarta Unfiltered: Panduan Jitu Menaklukkan Ibu Kota Paling Berisik
Subsidi energi yang regresif mesti diubah menjadi bantuan tunai terarah. Stabilisasi harga beras dan kebutuhan pokok harus kembali pada mekanisme pasar.
Satu isu non-ekonomi juga masuk radar: judi online. Aliansi mendesak pemblokiran situs, penindakan terhadap promotor, hingga rehabilitasi korban.
Kembalikan Kebijakan Berdasarkan Bukti, Bukan Populis
Desakan keenam menuntut agar setiap kebijakan diuji lewat regulatory impact assessment oleh lembaga independen. Uji coba dengan indikator terukur harus dilakukan sebelum kebijakan berskala nasional diluncurkan.
Monitoring dan evaluasi berkala menjadi syarat mutlak. Program yang gagal harus berani dihentikan, bukan dipertahankan demi pencitraan.
Perbaiki Tata Kelola Publik dan Demokrasi
Desakan terakhir, ketujuh, menegaskan hubungan antara demokrasi dan ekonomi. TNI harus kembali ke ranah pertahanan, sesuai UU 34/2004. Represi dan intimidasi warga mesti dihentikan.
Ruang partisipasi publik dalam perencanaan kebijakan wajib dibuka lebar. Rekrutmen pejabat publik dan BUMN harus meritokratis, tanpa rangkap jabatan atau kroniisme.
Start Small, Scale Big: Strategi Praktis Membangun Startup Tanpa Drama
Aliansi juga mengingatkan soal budaya suap. Data World Bank (2023) menyebut 35,4 persen perusahaan besar pernah diperas untuk izin operasional, dan lebih dari 60 persen saat mengurus izin konstruksi. Praktik ini harus diberantas sampai ke akar.

