Banjir yang melanda Bekasi dan Jakarta bukanlah sekadar fenomena alam semata. Di baliknya, ada perubahan tata ruang yang terjadi saat Ridwan Kamil menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Kerusakan di hulu sungai menjadi pemicu utama.
Daerah aliran sungai di kawasan Puncak kini porak-poranda akibat berbagai aktivitas ilegal, mulai dari kerja sama PTPN dengan berbagai perusahaan hingga tumpang-tindih persetujuan lingkungan. Bahkan, pesantren milik Rizieq Syihab diduga turut menghambat daya serap air di kawasan ini.

Kehancuran Hulu Sungai: Dampak dari Ambisi Properti
Sebelum pengembang kompleks Summarecon Bogor mulai membelah bukit di belakang rumahnya pada akhir 2024, Ipah, seorang warga Kampung Cibedug Mayak, Sukaraja, Kabupaten Bogor, tak pernah mengalami banjir. Namun, saat hujan lebat mengguyur Gunung Geulis pada 2 Maret 2025, halaman rumahnya berubah menjadi lautan lumpur setinggi lutut orang dewasa.
“Baru kali ini saya merasakan banjir,” ujar Ipah saat ditemui Tempo pada 13 Maret 2025.
Ipah kerap melihat alat berat meratakan tanah untuk akses perumahan Summarecon Bogor yang dikembangkan PT Summarecon Agung Tbk. Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup menemukan bahwa metode cut and fill yang digunakan menyebabkan sedimentasi di Sungai Ciangsana, anak Sungai Cikeas. Bahkan, ada aliran sungai yang dibendung untuk akses kendaraan proyek. “Ini pelanggaran berat, maka kami segel,” tegas Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan.
Tak hanya Summarecon, Gunung Geulis Golf and Country Club yang dikelola PT Mulia Colliman International juga disegel karena berada di kawasan hulu Sungai Ciangsana yang harusnya menjadi daerah resapan air. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa kawasan ini pada 2010 adalah daerah lindung, namun berubah menjadi perumahan tanpa kajian ilmiah yang memadai.