Temuan insiden pembekuan darah pada sejumlah penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca di beberapa negara membuat distribusi vaksin ini ditunda sementara di Indonesia. Menurut Satgas Penanganan Covid-19, penundaan ini diambil karena pemerintah ingin lebih memastikan keamanan dan ketepatan kriteria penerima vaksin.
Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), serta para ahli sedang meninjau kembali apakah kriteria penerima vaksin AstraZeneca akan sama dengan kriteria penerima vaksin Sinovac dan Bio Farma.
Beberapa negara Uni Eropa (UE) belakangan menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca sebagai tindakan pencegahan karena adanya laporan gangguan pembekuan darah pada sejumlah penerima vaksin. Meskipun begitu, beberapa negara lain di UE memutuskan untuk terus menggunakan vaksin tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai manfaat vaksin AstraZeneca lebih tinggi ketimbang risikonya. WHO merekomendasikan penggunaan vaksin AstraZeneca tetap dilanjutkan.
WHO menjelaskan tromboemboli vena (penggumpalan darah di pembuluh darah) adalah penyakit kardiovaskular ketiga yang paling sering terjadi secara global. Dalam kampanye vaksinasi, merupakan hal yang rutin bagi negara-negara untuk memberi sinyal potensi efek samping usai imunisasi.
Meskipun kejadian tersebut terkait belum tentu berhubungan dengan vaksinasi itu sendiri, penyelidikan tetap harus dilakukan. WHO saat ini sedang mengkaji data keamanan terbaru yang tersedia untuk vaksin AstraZeneca.
Menurut laporan BBC, sejumlah negara Uni Eropa akan memulai kembali distribusi vaksin AstraZeneca setelah European Medicines Agency (EMA) menyimpulkan bahwa vaksin tersebut “aman dan efektif”. EMA menemukan bahwa vaksin itu “tidak terkait” dengan risiko penggumpalan darah yang lebih tinggi.
Meski demikian, EMA menyerahkan keputusan penggunaan kembali vaksin itu pada masing-masing negara. Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol menyatakan akan melanjutkan penggunaan vaksin tersebut.
Analisis WHO dan EMA menemukan belum ada kasus pembekuan darah yang dikaitkan secara langsung dengan vaksin AstraZeneca. Bahkan, kasus pembekuan darah yang dilaporkan pada orang yang menerima vaksin tersebut sangat sedikit dan jarang terjadi.
Di Denmark, ditemukan satu kematian, yang memicu gelombang awal penangguhan. Sementara di Jerman, hanya ditemukan tujuh kasus pembekuan darah setelah 1,7 juta dosis vaksin AstraZeneca diberikan kepada warga di sana.
Menurut BPOM, vaksin AstraZeneca yang masuk ke Indonesia diproduksi di Korea Selatan. Batch vaksin ini berbeda dengan batch yang diduga memicu pembekuan darah yang diproduksi di fasilitas produksi lain.
BPOM tengah melakukan kajian lebih lanjut terkait isu keamanan vaksin itu demi kehati-hatian. BPOM pun berkomunikasi dengan WHO dan otoritas negara lain. Selama dalam proses kajian, vaksin AstraZeneca direkomendasikan tidak digunakan.
Penangguhan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca memecah belah komunitas ilmiah dan Eropa. Beberapa ahli berpendapat terdeteksinya kasus pembekuan darah yang sangat tidak biasa dan mematikan, meskipun dalam jumlah kecil, memerlukan kehati-hatian.
Sementara yang lain mengatakan keputusan yang terburu-buru akan menimbulkan efek yang tidak dapat diperbaiki pada kepercayaan terhadap vaksin. Tugas untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat akan menjadi sangat berat.
Oleh Siti Aisah, peserta Health Fellowship TEMPO yang didukung oleh Facebook