Mengusung tema ”Manfaat Literasi dalam Menjaga Kerukunan Antar-Bangsa”, webinar Program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) sukses digelar di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (7/6/2021). Tak kurang 70 peserta dari berbagai latar belakang terlihat antusias mengikuti webinar yang dipandu moderator Dannys Septiana.
Kali ini, webinar menghadirkan empat narasumber: Diana Aletheia (Kaizen Room), I Nyoman Yoga Segara (dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar), Ari Ujianto (pegiat advokasi sosial), Imam Baehaqi (konsultan pemberdayaan desa) serta key opinion leader Putri Tenun Songket Julian Sitompul.
Sebagai negara dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa, Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa. Data survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010, ada 1.340 suku bangsa di Indonesia dengan 41 persen suku Jawa mendominasi dari total populasi suku yang ada.
Sedangkan dari sisi agama, menurut hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2018, sebanyak 267 juta jiwa penduduk Indonesia mayoritas Muslim dengan persentase: 86,7% Islam, 7,6 % Kristen Protestan, 3,13% Kristen Katolik, Hindu 1,74%, Buddha 0,77%, Konghucu 0,03% dan 0,04% penganut agama dan kepercayaan lain.
Dengan pengguna internet terbesar di Asia dan isu-isu agama yang dikait-kaitkan dengan politik, menurut Imam Baehaqi, pengguna internet dan medsos di Indonesia berpotensi menimbulkan perpecahan. ”Saat ini teknologi informasi di media online dan medsos justru dikuasai oleh kelompok-kelompok yang tak memahami dan menguasai agama secara mendalam,” jelasnya. Bahkan, lanjut Baehaqi, banyak situs agama yang tidak paham tentang agama secara mendalam. ”Tak paham tapi menguasai IT.”
Ia juga menyoroti pelanggaran digital yang bisa mengganggu kerukunan beragama. Karena itu, literasi digital diharapkan bisa menumbuhkan kembali pemahaman terhadap kepekaan budaya dan menumbuhkan sikap toleransi dan saling hormat menghormati.
“Persoalan kerukunan beragama dan toleransi masih menjadi fokus perhatian dan berpotensi menimbulkan perpecahan,” tegasnya.
Baehaqi mencontohkan viralnya pertanyaan tes wawasan kebangsaan yang menanyakan AlQuran atau Pancasila. Menurutnya, pertanyaan tersebut mengundang kontroversi dan menimbulkan konflik di masyarakat. “Landasan konstitusi bangsa wajib kita terapkan dalam kehidupan beragama, kesadaran empat pilar bangsa harus kita tanamkan bersama,” ujarnya.
Masyarakat Indonesia sebagian besar masih belum bisa menerima perbedaan dalam kehidupan nyata dan digital. Maka, penerapan empat pilar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sangat mutlak diperlukan.
Empat pilar yang dimaksud adalah ideologi Pancasila, UUD 1945, NKRI harga mati dan Bhineka Tunggal Ika. “Empat pilar dilihat sebagai sesuatu yang harus kita pegang bersama. Karena jika salah satunya kita abaikan, akan menimbulkan konflik dan perpecahan,” katanya.
Sebagai penutup, Baehaqi mengajak masyarakat meningkatkan literasi digital untuk meningkatkan wawasan dan menyebarkan kebaikan. “Setiap konten positif mampu mempengaruhi orang untuk berbuat baik. Maka, Anda akan mendapat pahala sesuai sabda Nabi: Man dalla ‘ala khoirin falahu mitslu ajri faa’ilihi,” tutupnya.
Seperti di wilayah lain, di Kabupaten Banyumas Kementerian Kominfo RI akan menyelenggarakan berbagai kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021. Kegiatan ini bertujuan mendukung percepatan transformasi digital agar masyarakat semakin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.