Kemampuan cakap digital yang didukung skill melek digital adalah realitas yang tak bisa dihindari. ”Ia menjadi suatu hal yang sangat penting. Sebab, dengan melek digital, kita bisa berdiskusi dan mengembangkan peluang kritis dan berkembang di lingkungan yang lebih luas melalui dunia digital,” begitu disampaikan Taty Apriliyana, konsultan dari Kaizen Room, saat tampil sebagai narasumber dalam Webinar Literasi Digital gelaran Kementerian Kominfo dengan topik ”Mendukung Transformasi Pembangunan Bangsa Melalui Literasi Digital” di wilayah Kabupaten Banjarnegara, Senin (7/6/2021).
Meski demikian, lanjut Taty, kemampuan cakap digital juga mesti diikuti dengan kehati-hatian, juga dengan kemampuan untuk menjaga jejak digital kita. Karena, apa yang sudah kita setor ke dunia digital, segala macam postingan kita, bisa berisiko disalahgunakan untuk kepentingan apa pun, yang baik maupun yang buruk. ”Ini butuh kewaspadaan,” jelas Taty. Webinar berlangsung hangat, diikuti ratusan pendidik, pegawai Pemda Banjarnegara, juga kalangan pelaku usaha dan kaum muda milenial
Bersama Taty, tampil Arif Hidayat, dosen dan pengamat digital ethic dari Universitas Negeri Semarang, juga budayawan M. Jadul Maula, pelaku digital skill di bidang film maker Zahid Asmara, serta Meliza Gilbert, presenter TV yang menjadi key opinion leader. Webinar dipandu oleh moderator presenter TV Nasional Shahnaz Nachiar.
Kecakapan digital menjadi penting dikuasai masyarakat Indonesia saat ini, mengingat tingkat melek internet masyarakat Indonesia yang semakin baik. Mengutip survei Kominfo tahun 2020, kata Arif Hidayat, dari 272 juta penduduk Indonesia yang melek internet sudah mencapai 64 persen atau 175 juta penduduk.
Bahkan, mengacu survei terbaru, selama pandemi Covid-19, 90 persen orang Indonesia sudah pernah melakukan transaksi belanja online. ”Ini jelas peluang masyarakat untuk beramai-ramai menangguk peluang rezeki melalui pasar bisnis dunia digital yang lebih luas. Jangan sampai peluang itu diambil negara lain, karena kelemahan kita yang kurang cakap digital,” Arif mewanti wanti.
Hal lain yang juga perlu dipahami, jangan sampai realitas baru di dunia maya lewat dunia digital melahirkan sosok baru yang kadang justru mereproduksi realitas baru yang membuat manusia kehilangan jiwa jauh dari dunia nyata.
”Dari perspektif budaya, ini perlu ditapis dengan penguatan jiwa sehingga tidak memunculkan tragedi deindividualisasi, dehumanisasi, dan – yang lebih berbahaya – bisa menciptakan disrupsi sosial dan menghancurkan kehidupan berbangsa di masa depan,” kata Jadul Maula.
Jadul lantas mencontohkan, gejalanya menuju kehancuran sudah muncul pada saat pilkada dan pilpres lewat munculnya istilah ”Cebong” dan ”Kampret”, lalu kini juga muncul istilah ”Kadrun”. ”Kuncinya, kita harus memperkuat filter karakter bangsa yang toleran dan cerdas merespons dan menyaring dengan nalar sehat informasi yang diterima melalui dunia digital,” pesan Jadul Maula serius.
Hal lain, yang menarik dari segi penciptaan dan kemampuan membuat sesuatu adalah kemajuan dunia digital yang menghadirkan banyak software yang sangat mendukung proses kreatif penciptaan karya.
”Kini kita tak harus mempunyai seperangkat alat musik atau gamelan untuk menciptakan musik dan karya seni gamelan. Dunia digital sudah menyediakan software yang murah dan efektif untuk berkarya seni. Hal yang sama juga dialami film maker. Ini butuh ketekunan dan jangan sampai kita ketinggalan dalam hal ini,” ungkap Zahid Asmara, yang memang sudah lama menekuni produksi film.
Lantas, bagaimana cara mencegah kerusakan sosial dan menangkap peluang yang lebih baik dan berkembang buat masyarakat kita? Menurut Meliza Gilbert, kuncinya hapus pola pikir ”yang penting viral”. Biasakan untuk check and recheck pada informasi yang kita dapat, dan terus perkaya skill digital kita.
”Jangan lupa juga, dampingi anak-anak menggunakan smartphone agar tidak salah cerna informasi. Bisa dilakukan saat di tempat tidur atau di meja makan. Jadikan ruang itu forum sortir dan diskusi yang menarik, sekaligus menjadi benteng moral dalam skala terkecil, keluarga,” pesan Meliza.
Selain itu, perlu ketersediaan konten yang bagus. Terkait itu, hal yang mendesak, pemerintah perlu mengatur jam tonton tayangan digital buat anak. Sesuai pesan Presiden Joko Widodo, cakap digital memang sebuah kerja cerdas dan kerja besar.
”Yang pasti, peralihan dari budaya tutur menjadi budaya tutul butuh kreativitas yang cerdas menghadapinya,” tutup Jadul Maula.