Runtuhnya industri retail modern pada masa pandemi menjadi ancaman sekaligus tantangan untuk pelaku usaha di pedesaan. Selama pandemi, aktivitas digital marketing meningkat pesat. Jika selama ini salah satu cara untuk memasarkan produk desa melalui gerai modern, kini petani dan nelayan bisa memasarkan produk melalui digital.
Hal itu disampaikan oleh Jota Eko Hapsoro, ketika membawakan materi digital skill untuk petani dan nelayan di tengah pandemi.
”Pembangunan ekonomi tidak hanya bertumpu pada pemerintah desa, namun juga warganya. Selanjutnya, sudahkah aktivitas dunia digital kita mampu membantu perekonomian di desa?” tanya Jota kepada peserta webinar di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (11/6/2021).
Dengan digital marketing, pemasaran produk pertanian dan nelayan atau produk desa bisa semakin cepat. Jalur distribusinya juga lebih singkat. Maka petani dan nelayan dapat menjual langsung kepada konsumen.
”Saatnya petani terlibat langsung. Media digital desa seperti web desa, medsos, marketplace, dan direct marketing dengan aplikasi chatting bisa digunakan untuk pemasaran produk desa,” katanya.
Sementara, narasumber lain, Widiasmorojati menilai revolusi industri 4.0 mendasari transformasi digital yang terjadi saat ini. Lompatan besar di dunia teknologi informasi dan komunikasi ini harus dimanfaatkan masyarakat desa untuk menghasilkan model bisnis baru yang berbasis digital.
”Setelah era 4.0, sebentar lagi menghadapi revolusi 5.0. Pemerintah mempunyai keterbatasan dalam menyampaikan informasi. Tanggung jawab kita untuk mengedukasi masyarakat agar lebih akrab dengan teknologi,” ajaknya.
Ia mencontohkan fenomena ojek online di Indonesia beberapa tahun lalu. ”Ketika ada transformasi digital, sebagian masyarakat belum siap menerima perubahan. Kondisi kita dipaksa menjadi tidak nyaman dan kita lebih menggunakan perasaan daripada logika, di situ tantangannya,” ungkap Widi.
Di samping itu, pola masyarakat desa yang masih malas meng-update pengetahuan menyebabkan mereka sulit menerima perubahan. Lantas, bagaimana solusi menghadapi transformasi digital?
Widiamorojati membeberkan perlunya masyarakat desa membuka mindset baru dan meninggalkan pola pikir tradisional, meningkatkan ketrampilan dan banyak membaca.
Secara keseluruhan, webinar di Kabupaten Sleman menghadirkan empat narasumber dan mengangkat tema ”Membaca Peluang Peningkatan Mata Pencaharian di Pedesaan pada Era Digital”. Keempat narasumber, selain Jota Eko Hapsoro (founder dan CEO Jogjania), ada Anang Putra Darmawan (CEO Marc Indonesia), Widiasmorojati (business consultant) dan Ragil Triantmojo.
Webinar dipandu oleh moderator Juliet Giorgiana dan Oka Fahreza sebagai key opinion leader.
Selain di Kabupaten Sleman, Kementerian Kominfo juga menyelenggarakan kegiatan Webinar Literasi Digital di semua kabupaten/kota di 34 provinsi Indonesia selama periode Mei hingga Desember 2021. Kegiatan ini bertujuan mendukung percepatan transformasi digital agar masyarakat semakin cakap digital dalam memanfaatkan internet untuk menunjang kemajuan bangsa.