Tak bisa dimungkiri, masuknya jaringan internet telah mempercepat laju perkembangan dunia industri. Jika sebelumnya hanya perusahaan yang memanfaatkan jaringan internet, kini jaringan internet telah digunakan hampir semua individu untuk mendukung aktivitasnya.
”Ada sebuah pemeo, siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia,” tutur dosen Institut STIAMI Jakarta Haswan Boris Harahap, pada acara webinar literasi digital gelaran Kementerian Kominfo di wilayah Kabupaten Jepara, Selasa (15/6/2021).
Dimulai pukul 09.00 WIB, acara virtual ini dipandu oleh moderator Dwiki Nara. Pembicara lainnya, M. Ahmad Sururi (dosen Universitas Serang Raya), Rosid Effendi (pegiat pendidikan komunitas Gunung Kidul), konten kreator dari Temanggung Al Farid SM, dan Chintia Karani selaku key opinion leader.
Dalam webinar bertema “Komunikasi Publik yang Sehat di Era Digital” ini, Boris menyebutkan, informasi merupakan aset yang sangat penting. Sementara data adalah aset yang paling berharga.
Menurut Boris, penguasaan informasi di era digital harus dibarengi dengan upaya mengamankan data. ”Kecerobohan dalam memasukkan data bisa berakibat bocornya data ke mana-mana. Alih-alih mendapatkan manfaat atas penguasaan data, yang terjadi malah menjadi korban,” ujarnya.
Boris juga menyinggung tentang banyaknya orang yang memakai media sosial namun tak paham tentang aturan bermedia sosial. Contoh paling konkret adalah banyaknya berita hoaks yang beredar di dunia maya.
Lebih jauh, Boris menyampaikan pendapatnya tentang perang modern. Menurutnya, perang modern tidak lagi ditandai dengan penggunaan senjata.
”Perang zaman sekarang itu bukan perang menggunakan senjata. Tetapi, menggunakan media sosial. Untuk itu, aparat keamanan seperti polisi dan tentara kita, wajib menguasai media sosial,” ujar Boris.
Narasumber lainnya, Ahmad Sururi berbicara mengenai pelibatan nilai dan etika sosial dalam berinteraksi di media sosial. Hal itu ia sampaikan mengingat masih banyaknya orang bermedia sosial dengan cara-cara yang tidak sehat dan penuh kebencian.
Untuk menciptakan interaksi yang positif dan bermanfaat, lanjut Sururi, pengguna media sosial wajib memiliki dan menjaga etika moral.
”Banyaknya informasi yang bertebaran di jagat maya mesti diimbangi dengan kemampuan membaca asal-usul dan pemahaman manfaatnya,” ujarnya.
Terkait literasi digital, pegiat pendidikan komunitas Gunung Kidul Rosid Effendi mengakui buruknya cara berinteraksi warganet di media sosial. Kondisi ini, menurut Rosid, diperparah oleh absennya nilai etika dalam bermedia sosial.
”Program literasi digital oleh Kominfo diharapkan mampu menjadikan masyarakat paham bagaimana cara menggunakan media sosial dengan baik dan benar,” pungkas Rosid.