Rabu, November 20, 2024

Bebas vs terbatas, kebebasan berekspresi di jagat digital

Must read

Dunia digital membawa peradaban manusia pada era yang melewati batasan tempat dan waktu. Segala sesuatu menjadi mudah hanya dengan memanfaatkan gadget. Namun, kemudahan itu tak lantas membuat penggunanya luput terhadap keamanan.

Dalam webinar literasi digital yang mengambil tema “Bebas Vs Terbatas dalam Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital” yang terselenggara di Kabupaten Grobogan pada Rabu (16/6/2021) dibahas seputar keamanan dalam bermedia yang wajib diketahui masyarakat.

Tema tersebut disampaikan oleh narasumber Sri Astuty dari Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi). Dalam paparannya, ia menyampaikan bahwa tiap-tiap individu memiliki hak dalam berekspresi di dunia digital, media sosial. Sebab ruang digital merupakan ruang publik yang dapat digunakan siapa pun.

Setiap individu memiliki hak untuk berekspresi, mengakses informasi serta membuka privasi. Tetapi di luar itu, bagaimana hak aman bermedia digital? Pasalnya semakin canggih suatu teknologi pasti ada ruang atau celah bagi tindak kejahatan digital di dalamnya.

“Kalau ada hak, maka ada pula hal yang mengikutinya yaitu kewajiban dan tanggung jawab. Kita sendiri memiliki tiga peran sekaligus dalam menggunakan media, yaitu sebagai pembuat, penyebar, dan pengkonsumsi atau penikmat. Ketiga hal ini merupakan hak kita dalam bermedia,” ujar Sri kepada peserta webinar.

Hak aman dalam bermedia, lanjut dosen Universitas Lambung Mangkurat ini, sudah diatur ke dalam Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi. Kemudian pada UU Nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen, serta PP Nomor 71/2019 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.

Dalam bermedia, kejahatan siber tidak bisa luput dari ruang digital. Hal ini bisa berbentuk berbagai hal mulai dari penyebaran konten provokatif, penipuan online, pencurian data atau identitas, pemerasan, peretasan, intersepsi ilegal dan lain sebagainya.

“Keamanan digital menjadi hal penting, karena ancaman terus berkembang. Dalam data pada Januari hingga November 2020 tercatat ada 4.250 laporan kejahatan siber dengan 1.158 laporan merupakan kasus penipuan. Serta 267 kasus akses ilegal. Sementara jumlah tindak pidana siber mengalami peningkatan setiap tahunnya,” papar Sri.

Sejatinya, meskipun menggunakan media digital dan media sosial itu bebas, namun dalam mengunggah informasi tetap harus tahu batasan-batasannya.

“Seperti pada tema kali ini: bebas vs terbatas. Sebelum mengunggah gambar atau menyebarkan informasi diperlukan analisis, verifikasi, evaluasi, dan kolaborasi untuk menghindari terjadinya kejahatan di dunia maya.”

“Jangan asal memviralkan orang, menjadi paparazzi dadakan. Membocorkan data orang lain, bikin grup baru dan menambahkan orang di dalamnya tanpa minta izin orang bersangkutan, serta meng-tag orang di medsos itu perlu hati-hati,” imbuhnya.

Agar aman menggunakan perangkat digital dan bermedia sosial, jelas Sri, kita harus rajin mengganti password dan menggunakan kata kunci unik, update aplikasi layanan, menggunakan dua faktor authentication, menggunakan hosting yang aman, tidak asal klik tautan yang tidak jelas.

Selain Sri Astuty, webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini juga menghadirkan tiga pembicara lain: Oka Aditya seorang analis riset, M. Fathikun, dosen UNUGHA Cilacap, AkhmAd Ghozi, sekretaris LKK NU DIY, Rafli Alvera sebaga key opinion leader, dan Nabila Nadjib yang bertindak selaku moderator.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article