Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi digital, perkembangan informasi pun menjadi lebih cepat. Namun, dibutuhkan literasi digital dalam transformasi tersebut.
Isu tersebut menjadi salah satu sorotan dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan untuk masyarakat Kota Salatiga, Senin (21/6/2021). Kegiatan yang diisi oleh sejumlah narasumber: Rifqi Faizur, Yonathan Dri Handarkho, Alfan Gunawan, Rajab Ritonga, serta key opinion leader Sheila Siregar, ini merupakan bagian dari program gerakan nasional literasi digital yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei lalu.
Kegiatan webinar literasi digital itu sendiri diselenggarakan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Salah satu narasumber, Prof. Rajab Ritonga, menjelaskan dalam paparannya bahwa pengetahuan atau literasi dalam menggunakan media sosial diperlukan. Sebab, internet di masa pandemi ini penggunaannya semakin meningkat.
Rata-rata orang terikat menggunakan ponsel untuk berinteraksi, sehingga diperlukan kepandaian dalam mengakses informasi. Apalagi saat ini, menurut Rajab, sekarang kita berada di era post truth atau menjamurnya berita bohong (fake news).
“Era post truth ini merupakan emosi atau sentimen yang lebih berperan daripada fakta dalam mempengaruhi suatu keputusan atau kebijakan, dan media sosial menjadi pelaku kunci penyebaran fake news,” ujar Prof Rajab.
Post truth, menurut guru besar Universitas Prof. Dr. Moestopo ini, hadir di tengah konten yang ada di media sosial. Sebab algoritmanya di media sosial itu sesuai dengan apa yang disenangi pengguna media sosial, semakin informasi itu dibicarakan maka ia akan muncul di permukaan. Oleh sebab itu, perkembangan yang sangat cepat ini perlu pemahaman pula terhadap literasi digital.
“Literasi digital menjadi kunci dan pondasi utama bagi mereka yang menjadi pengguna internet. Dan supaya masyarakat paham terhadap literasi digital, kita tidak bisa mengasingkan diri dari media digital. Media sosial misalnya, kalau kita menggunakannya dengan baik akan memberikan keuntungan, dan sebaliknya akan memberikan penderitaan jika disalahgunakan,” paparnya, terkait literasi digital.
Penggunaan media sosial, menurut Rajab Ritonga, harus disikapi dengan bijaksana, kreatif, dan inovatif. Sebab, penggunaan yang tepat menjadikan media sosial atau ruang digital sebagai sarana berbagi informasi, sumber inspirasi, bahkan sarana promosi.
Selain itu, pengguna media sosial yang bijak juga perlu mengetahui literasi digital. Yakni, dengan menggunakannya untuk hal positif, mampu memilah informasi agar tidak terperangkap hoaks.
“Kritis dan skeptis. Kalau di dalam dunia jurnalistik itu dibekali dunia skeptis atau tidak mempercayai langsung terhadap sebuah data atau informasi begitu saja. Melakukan pengecekan kembali, bisa melalui media yang sudah terverifikasi. Fungsi jurnalisme ini juga penting untuk diterapkan di medsos,” imbuh Rajab.
Dalam literasi digital, pengguna internet juga diharapkan tidak dengan mudah memberitahu identitas pribadi di media sosial, tidak mudah percaya dengan orang yang baru dikenal, tidak melakukan cyber bullying, dan menyaring informasi sebelum membagikannya di media sosial.
Literasi digital yang diusung pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) berpegang pada empat pilar: digital culture, digital ethics, digital safety, dan digital skill. Keempat poin tersebut merupakan pondasi dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih cakap digital.