Dalam kehidupan bermasyarakat, di dunia nyata maupun dunia maya, satu hal yang mesti selalu kita rawat adalah toleransi. Budayawan M. Jadul Maula mengatakan, semua agama selalu menganjurkan untuk menjaga toleransi, baik sesama umat beragama maupun sesama manusia.
”Jangan lupa, perbuatan baik atas tuntunan agama apa pun, akan berbuah pahala. Sementara yang buruk akan diganjar dosa. Itu tata krama yang berlaku di dunia nyata maupun dunia maya. Jadi, menjaga netiked, tata krama berinteraksi di dunia maya, sama aturannya dengan dunia nyata,” tutur Jadul Maula.
Urgensi menjaga netiked, tak lepas dari fakta: banyak hal sederhana yang kadang abai dilakukan para netizen saat mengunggah konten atau status di media sosial yang justru ditafsirkan berbeda oleh pembaca postingan kita. ”Jangan biasakan meluapkan ekspresi hati, misal menulis status Facebook atau Twitter dengan huruf besar (capslock). Dalam tata krama dunia maya, itu artinya Anda sedang marah besar,” ujar Zulfan Arif, seorang content writer.
Jadul dan Zulfan memaparkan hal itu saat tampil dalam Webinar Literasi Digital yang dihelat Kementerian Kominfo bersama Debindo dengan topik ”Menjadi Pemeluk Agama yang Bertoleransi di Dunia Maya”. Bersama mereka, tampil juga pembicara lain: Aina Masrurin (media planner CeritaSantri.id), Eka Saputra (konsultan teknologi informasi), dan Muhamata Youda, content creator yang menjadi key opinion leader. Webinar dipandu oleh presenter TV Denish Citra.
Ada saran sederhana dari pengalaman Mbak Aina Masrurin, yang sekian lama mengelola media Cerita Santri.id, media yang aktif mengkampanyekan toleransi beragama di kalangan remaja belasan tahun hingga usia dua puluh tahun dengan beragam platform.
Kata Aina, ajarkan untuk bertutur kata lembut dan jangan biasa mengumpat di medsos. Budayakan untuk ”menjerit”. Konten yang mau diposting mesti menarik, jelas, ringkas, dan tepat. Belajar menilai dan menyaring dahulu. Konten yang hendak diposting mesti menarik buat orang lain, jelas maksudnya, dan ringkas isinya.
”Ini penting buat menjaga rasa dan penilaian orang terhadap postingan kita. Toleransi dimulai dari menjaga hati dan menghormati pandangan orang lain. Itu kuncinya,” pesan Aina.
Sementara itu, Eka Saputra mengatakan, yang perlu terus kita waspadai dalam menjaga toleransi di dunia maya maupun dunia nyata adalah adanya hacker. Kata Eka, orang yang mengubah fungsi media sosial, yang mestinya untuk kebaikan dan amar makruf nahi munkar, menjadi penyebar kebencian yang tidak jelas arah pikirannya adalah hacker.
”Hacker inilah yang mesti dipagari agar tidak meluas. Lokalisir dengan jangan men-sharing postingan hacker dengan membiasakan saring sebelum sharing,” pesan Eka Saputra, yang juga seorang web designer.
Dalam menyaring sebelum sharing, Muhamata Yaoda menyarankan, pakailah rasa dan nalar kita sendiri. ”Kalau kita dicubit sakit, ya jangan suka mencubit orang lain. Jagalah kebersamaan agar pesan Bhinneka Tunggal Ika selalu terjaga, di dunia nyata maupun dunia maya,” pesan Muhamata.