Peran orangtua di era digital sangat penting bagi perkembangan pertumbuhan anak. Pasalnya, selain memberikan dampak positif, di dalam dunia digital juga terkandung ancaman yang dapat merusak masa depan anak.
Hal tersebut menjadi tema diskusi dalam webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, 25 Juni 2021, yang dibawakan oleh sejumlah narasumber: Suharti, Mustolih, I Gusti Putu Agung Widya Goca, Yoshe Angel serta key opinion leader Stephanie Cecilia dan moderator Dimas Satria.
Literasi digital merupakan program pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dalam mendukung percepatan transformasi digital menuju masyarakat yang cakap digital. Literasi digital yang diusung pemerintah mengusung empat pilar dalam menggunakan media digital: budaya bermedia digital (digital culture), aman bermedia (digital safety), etis bermedia digital (digital ethics), dan cakap bermedia digital (digital skills).
Suharti, dalam paparannya menyebutkan bahwa milenial mendominasi penggunaan internet. Meskipun internet bisa memberikan dampak positif seperti mempermudah akses pendidikan, transaksi ekonomi dan lainnya, tapi di sisi lain ada banyak sekali risiko atau ancaman bagi pengguna internet terutama anak muda. Salah satunya adalah judi online yang aksesnya sangat mudah.
“Anak sekarang sudah lebih melek digital, ketika kita bisa mendampingi mereka dengan fokus itu bisa memberikan manfaat yang bagus, tapi kalau kurang pendampingan mereka bisa terjerumus ke hal-hal negatif dan jika sudah kecanduan bisa membuatnya tidak peka lagi dengan lingkungannya,” ujar Suharti.
Menurut Suharti, orangtua sering kali tidak paham dengan izin penggunaan internet. Bahkan dalam beberapa kasus orangtua cenderung memberikan akses bebas menggunakan gawai dengan alasan agar tidak mengganggu aktivitas kerjanya atau anak yang tantrum jika tidak diberikan akses menggunakan ponsel. Oleh sebab itu literasi digital tidak hanya perlu diketahui oleh anak tetapi juga orangtua.
Peningkatan aktivitas online cenderung meningkat selama pandemi. Sayangnya ancaman digital juga mengintai para penggunanya. Dari mulai penyebaran hoaks, cyber bullying, kekerasan seksual hingga kecanduan internet dan perjudian online, jika orangtua tidak memiliki kontrol penggunaan media digital dan literasi digital maka taruhannya adalah mental anak itu sendiri.
“Kecanduan internet berupa game online, media sosial, belanja online, cybersex, dan judi online sangat rentan terjadi karena kemudahan aksesnya. Selain berdampak pada prestasi dan motivasi anak, kecanduan internet menurut WHO dapat menyebabkan gangguan jiwa yang terkait adiksi seperti gambling disorder dan gaming disorder,” imbuh Suharti.
Dengan demikian, lanjut Suharti, kontrol dan pendampingan dari keluarga sangat diperlukan karena mereka menjadi pihak yang paling dekat dengan anak.
“Sebagai orang tua dan keluarga kita harusnya tahu aplikasi dan situs yang diakses anak. Kita orangtua juga dipaksa melek digital untuk mendampingi anak ketika menggunakan media digital. Memberikan jadwal penggunaan media digital juga penting agar anak bisa menyeimbangkan antara dunia maya dan dunia nyata,” papar Suharti.
Selain pengawasan penggunaan media digital, lanjut Suharti, membangun interaksi secara fisik atau family time dapat menjadi langkah untuk meminimalisir anak agar tidak kecanduan menggunakan gawai dan internet. Mengenali emosi anak, mengapresiasi apa yang dilakukan anak serta menjadi orangtua yang mau mendengar dan mengerti bisa mengurangi kecenderungan anak untuk tidak terlalu banyak berselancar di internet.