Rabu, November 20, 2024

Memproduksi konten sejarah dan budaya di ruang digital 

Must read

Bicara soal sejarah dan budaya, era digital semakin mempermudah generasi saat ini untuk mengetahui dan melihat jejak sejarah yang sudah terjadi bertahun silam. Hal itu dapat dinikmati melalui berbagai platform media yang saat ini sangat banyak berkembang baik dalam bentuk gambar maupun audio visual. 

Pembuatan konten sejarah dan budaya menjadi hal yang menarik dalam kegiatan webinar literasi digital yang diselenggarakan untuk warga Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Jumat (25/6/2021). Webinar literasi digital ini merupakan bagian dari Program Literasi Digital Nasional: Indonesia Makin Cakap Digital, yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021. 

Narasumber yang terdiri dari Denik Iswardani Witarti, Aulia Putri Juniarto, Heru Prasetya, dan Abdul Latif serta key opinion leader Gina Sinaga dan moderator Dimas Satria membawakan materi dengan berpegang pada empat pilar literasi digital: budaya bermedia digital (digital culture), aman bermedia (digital safety), etis bermedia digital (digital ethics), dan cakap bermedia digital (digital skills).

Narasumber Aulia Putri Juniarto menyinggung banyaknya platform media sosial dan aplikasi layanan desain konten membuat seseorang dengan mudah membagikan informasi seputar sejarah dan budaya secara lebih menarik. 

“Berbagai konten sejarah dan budaya dapat disampaikan secara menarik dengan singkat dan jelas melalui medsos Instagram, Youtube bahkan Tiktok baik berupa video, gambar, maupun infografis sehingga mempermudah masyarakat dalam mencari tahu pengetahuan sejarah dan budaya,” ujar Aulia. 

Namun narasumber lain, Denik Iswardani Witarti, menegaskan dalam memproduksi konten sejarah dan budaya tidak boleh asal. Diperlukan data dari sumber-sumber terpercaya seperti sejarawan dan budayawan. 

“Berbicara tentang sejarah dan budaya tidak boleh menggunakan opini saja. Sebab sejarah itu berarti soal data. Kita memerlukan referensi atau sumber yang paling tepat seperti budayawan, sejarawan, komunitas pegiat, atau setidaknya pemandu wisata. Hal itu untuk menjaga kredibilitas konten kita,” imbuh Denik. 

Tidak hanya data. Dalam proses membuat hingga mengunggah konten juga ada hal-hal yang perlu diperhatikan. “Selain orisinalitas, dalam proses pembuatan konten kita juga harus menghormati sejarah dan adab setempat. Tidak boleh mentang-mentang untuk sebuah konten kita melanggar etika dan budaya yang ada di suatu tempat,” lanjut Denik. 

Orisinalitas itu berkorelasi dengan hak kekayaan intelektual, copyright hak kepemilikan. Masalah ini masih sering ditemukan pada pembuat konten yang berujung pada plagiarisme. “Kalau tidak punya bahan konten, boleh mengambil punya orang lain dengan catatan ada izin dari pembuat karya serta mencantumkan sumbernya,” kata Denik. 

Selain itu sebagai pembuat konten, seseorang juga harus menghargai privacy yang berlaku di suatu tempat. “Misal di tempat wisata sejarah itu tidak boleh direkam atau larangan lainnya, maka sebagai pembuat konten harus menaati aturan yang ada,” paparnya.  

Bermain di medsos, tegas Denik, seseorang harus siap dengan segala kritikan dan pujian yang disampaikan oleh pengguna medsos lainnya. Etika dan budaya yang ada di dunia nyata hendaknya juga dibawa di ruang digital.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article