Pertumbuhan pesat transaksi nontunai belakangan tak bisa dilepaskan dari berbagai faktor yang melatarbelakangi. Selain karena kampanye pemerintah yang terus mengajak masyarakat beralih ke pembayaran nontunai – yang dianggap lebih hemat, efisien, dan jangkauannya lebih luas dibanding pembayaran tunai – juga dilatari kian banyaknya penyedia layanan transaksi digital dari perbankan, operator seluler, dan perusahaan rintisan (startup) beberapa waktu terakhir.
”Ada satu yang menarik ketika lahir dua model penyimpanan, yakni e-money (uang elektronik) dan e-wallet (dompet digital). Apa bedanya dan mana yang lebih menguntungkan dipakai?” tanya content creator yang juga marketer Dinar Yuhananto dalam webinar literasi digital bertema ”Belajar tentang Budaya Cashless Yang Aman” gelaran Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Sukoharjo, Jumat (2/7/2021).
Dinar memerinci, e-money memiliki sejumlah ciri utama. Yakni, berbasis chip, opsi penggunaan sedikit, butuh smartphone basis NFC untuk deposit atau isi saldo, dan keamanannya bergantung pemilik. Sedangkan e-wallet kerjanya berbasis internet, memiliki opsi penggunaan lebih banyak, bisa isi saldo dengan smartphone biasa namun faktor keamanannya bergantung penerbit.
“Namun ingat, kalau kartu e-money ini sekali rusak ya sudah, selesai langsung nasibnya. Tapi kalau e-wallet, sepanjang masih ingat password-nya saja, maka aman,” ucap Dinar dalam diakusi virtual yang dimoderatori Fernand Tampubolon dan presenter TV Putri Juniawan sebagai key opinion leader itu.
Dinar menambahkan, peluang digital payment tumbuh di Indonesia kini sangat besar. Sebab 33,7 persen masyarakat Indonesia merupakan generasi milenial dan 29,2 persennya merupakan generasi Z.
“Dengan total lebih dari 60 persen, kedua generasi ini lebih mudah beradaptasi dengan layanan digital payment ini,” kata Dinar dalam webinar yang juga menghadirkan narasumber Danang Prianto (CEO Rootzie Bag), Paskalis MG Kusuma (CEO Javanic Batik) dan M. Dzaki Riana (Founder Instanesia.id) itu.
Namun, secara berseloroh, Dinar mengatakan: dari kalangan generasi Z, diketahui mereka dominan mengakses layanan digital payment Shopee Pay. “Semoga layanan yang dipakai itu memakai sistem prabayar, bukan pay later (bayar belakangan alias utang), karena itu bisa jadi bom waktu, hehe,” cetusnya, tertawa.
CEO Rootzie Bag Danang Prianto dalam kesempatan itu mengatakan, kemajuan teknologi digital memberi kemudahan berbagai pasar melakukan transaksi sesuai kebutuhan secara cashless. Danang mencatat, aplikasi keuangan yang berkembang dan bisa dimanfaatkan lebih beragam. “Misalnya untuk catatan keuangan ada aplikasi Finansialku, untuk pengelolaan keuangan ada Andro Money,” katanya.
Sebagaimana di wilayah lain, di Kabupaten Sukoharjo Kementerian Kominfo juga akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta webinar dan bisa terus memperoleh berbagai materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi.