Berkembangnya zaman menuntut adanya transformasi dalam interaksi dan hubungan sosial masyarakat. Kontak sosial dan komunikasi masyarakat pada era digital mengalami sebuah transformasi yang masif. Adanya transformasi tersebut sedikit banyak juga mengubah tatanan masyarakat dalam kebebasan dan berbudaya. Metode dan konsep kebebasan yang semakin berkembang juga menjadi hal penting untuk dipahami bersama.
Pergaulan di dunia maya juga membawa urgensi literasi media untuk tuntutan kecakapan bermedia. Adanya kebebasan dalam bermedia memberikan konsekuensi adanya ruang yang terbuka dalam pertukaran informasi. Keterbukaan tersebut harus dihadapi dengan cerdas dan kritis oleh seluruh masyarakat di dunia maya.
”Gelombang pasang liberasi digital berkonsekuensi terhadap ruang yang terbuka, adanya pertukaran informasi secara bebas,” ujar Dr. Arie Sujito dosen Sosiologi UGM selaku narasumber pada webinar literasi digital besutan Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Blora, 21 Juni lalu.
Karakteristik utama dari ruang dunia maya adalah kebebasan pertukaran informasi. Pertukaran informasi yang bebas, membawa banyak konsekuensi terhadap tatanan hubungan antar masyarakat. Maka dari itu, transformasi digital menjadi sangat penting untuk dilakukan guna terciptanya kondisi masyarakat yang bebas dalam koridor etik.
”Masyarakat dalam dunia maya memiliki kebebasan dalam mengolah, memanfaatkan dan menginterpretasikan informasi dalam koridor etik,” tegas Arie pada webinar yang dipandu oleh Oony Wahyudi.
Kebebasan dalam ruang digital juga berarti kebebasan dalam demokrasi. Lepas dari masa orde baru, Indonesia telah mencapai banyak dampak positif dalam demokrasi. Adanya dampak positif tersebut antara lain adalah kebebasan bermedia, liberalisasi politik, dan desentralisasi kekuasaan yang membuat kita memiliki sebuah optimisme.
Demokrasi dalam ruang digital juga telah kita rasakan dalam beberapa tahun terakhir. ”Media digital telah menjadi alat dan ruang yang masif untuk berkontestasi bahkan bertarung” tegas Arie.
Demokratisasi dalam konteks media digital juga berarti adanya upaya untuk menjunjung tinggi konstitusi. Bagaimana cara masyarakat dalam berkonstitusi tentu telah mengalami banyak transformasi. Mengawal proses demokrasi dalam ruang digital dimasa kini sangat mungkin untuk dilakukan.
Dalam paparannya, Arie juga berpesan agar kita mampu memanfaatkan demokrasi untuk menjunjung tinggi konstitusi dan merekognisi budaya yang relevan. ”Mari kita letakkan demokratisasi untuk menjunjung tinggi konstitusi dan dalam waktu yang sama juga merekognisi budaya yang relevan dengan dinamika konstitusi” pesan Arie.
Relevansi nyata antara kebebasan demokrasi dan perkembangan teknologi perlu dihadapi dengan adanya adaptasi dan transformasi. Cerdas dan kritis digital menjadi urgensi nyata yang perlu dimiliki seluruh orang. Masyarakat dalam ruang digital dituntut untuk cerdas dan kritis dalam memanfaatkan segala macam media digital yang digunakan dalam kerangka kebebasan yang berbudaya.
Dinamika tersebut juga harus disambut dengan literasi yang dilakukan untuk memberikan perspektif cerdas dan kritis dalam kebebasan di ruang digital. Literasi juga harus dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap efek negatif bebasnya pertukaran informasi pada ruang digital. “Literasi dilakukan untuk memberikan perspektif kritis dalam dunia maya,” tegas Arie.
Ruang digital semestinya menjadi ruang kebebasan yang nyata dengan pemanfaatan berbagai macam teknologi. Kita juga sudah semestinya memanfaatkan teknologi dan kebebasan yang bermakna untuk meningkatkan kemartabatan umat manusia.
Semua orang mungkin bisa menguasai teknologi, namun apabila teknologi tersebut tidak berarti dalam kebebasan maka tidak akan memiliki kebermanfaatan bagi sesama. “Menguasai teknologi tanpa mampu untuk mengisi kebebasan yang bermakna juga bisa menjadi bumerang bagi kita semua” tegas Arie mengakhiri paparannya.
Kegiatan webinar literasi digital ini bertujuan untuk mendukung adanya transformasi digital Indonesia. Webinar untuk masyarakat Kabupaten Blora ini juga dihadiri narasumber Dr. Waryani Fajar (UIN Sunan Kalijaga), Fadjarini Sulistyowati (STPMD APMD Yogyakarta), Muhamad Mustafid (LPPM UNU Yogyakarta), dan Muhamata Youda selaku key opinion leader.