Kalau bukan satu-satunya, dunia digital setidaknya menjadi sarana paling vital dalam memberikan informasi terkait pandemi Covid-19 dunia, termasuk di Indonesia. Meski masih banyak yang memanfaatkan dunia digital untuk penyebaran hoaks, namun tak sedikit pula yang menggunakannya sebagai sarana bertukar infomasi dan penyebaran nilai-nilai kemanusiaan.
”Meskipun ada yang memanfaatkan untuk menyebar hoaks, namun dunia digital juga sangat membantu pemerintah dalam penyebaran informasi Covid-19,” tutur Aditia Purnomo pada webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (2/8/2021).
Selain sarana penyebaran informasi Covid-19 seperti berbagi informasi tentang isi ulang oksigen, mendapatkan plasma darah, atau informasi vaksin, menurut Aditia, dunia digital juga banyak dimanfaatkan untuk melawan hoaks. Semisal mengingatkan rekan dan keluarga tentang hoaks yang beredar, atau meluruskan berita bohong dengan kontra narasi.
”Peran penting dunia digital lainnya, mendapatkan berita terbaru tentang Covid-19, langkah dan kebijakan pemerintah (news update), menghimpun bantuan secara daring lewat Kita Bisa atau Situs Dompet Dhuafa (donasi online), serta saling membantu antar warga: Bagirata, warga bantu warga, cofeed, dan sebagainya,” ujar direktur penerbit Buku Mojok sekaligus social media specialist itu.
Aditia yakin, banyaknya waktu yang digunakan orang Indonesia untuk mengakses internet (rata-rata 8 jam per hari) serta banyaknya pengguna aktif medsos yang mencapai 170 juta jiwa itu, sebagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan positif.
”Jadi, yang menggunakan media sosial untuk hoaks seperti yang dilakukan dokter Louis Owien rasanya kok hanya sebagian kecil saja. Masih banyak yang memanfaatkannya untuk jaga diri dan jaga keluarga. Misalnya, mendapatkan informasi tentang apa saja yang perlu dilakukan dalam kebutuhan menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga,” sebut Aditia.
Kepada pengguna aplikasi media sosial Youtube, Facebook, Twitter, Instagram dan media percakapan seperti WhatsApp, Aditia bepesan agar bersikap bijaklah dalam menggunakan platform media. Karena, sebagai sarana komunikasi dan informasi, media sosial juga merupakan ajang silaturahmi antara satu dengan yang lain.
”Semua media ada plus dan minusnya. Para pengguna internet, harus mengenal lebih jauh apa kelebihan dan kekurangan platform media yang digunakan agar penyebaran informasi hoaks seputar Covid-19 bisa dieliminir,” pungkas Aditia.
Berikutnya, Jafar Ahmad menyatakan, dampak digitalisasi pada perilaku pengguna media sosial, terutama ada pada perubahan pola gaya hidup dan sifat alamiah.
Selain itu, lanjut Jafar, media digital sangat berperan dalam mempengaruhi persepsi dan perilaku publik. Apalagi, antara fakta dan kebohongan bercampur di media sosial. Sehingga, para pengguna media digital harus berhati-hati.
Waspada dengan artikel yang berbau provokatif atau bersifat ajakan memaksa, seperti viralkan, sebarkan, dan lain-lain. Cek keaslian foto dan berita tersebut ke sumbernya.
”Perlu diingat, Pasal 45A UU ITE, menyebarkan berita hoaks, bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda Rp 1 Miliar,” sebut direktur lembaga survei IDEA itu.
Diskusi virtual bertema ”Sopan dan Beradab Berdigital di Masa Covid 19” yang dipandu oleh moderator Nabila Nadjib itu, narasumber Endi Haryono (Dosen Hubungan Internasional dan Dekan Fakultas Humaniora, President University), Fauzy Rokhman Jauhari (Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kankemenag Kabupaten Wonogiri), dan Saffana Hamidah, selaku key opinion leader.