Ujian badai pandemi Covid-19 diakui telah membuat persaingan antar-Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) semakin keras. Bukan hanya persaingan di dalam negeri sesama UMKM, tetapi juga persaingan di ranah global seiring dengan semakin banyaknya UMKM kita yang go digital, sehingga persaingan yang tak terbatas wilayah tidak terhindarkan lagi.
Karena persaingan global di lokapasar dunia juga sudah saling injak harga, maka pada awal tahun 2021 Menteri Koperasi dan UMKM menerbitkan kebijakan menutup akses 13 produk cross border. Mulai dari produk jilbab, berbagai step baju muslim, dan khususnya bawahan baju, untuk menjaga serbuan baju muslim Cina yang malah membikin persaingan kurang efektif.
”Imbauan untuk mencintai produk dalam negeri ternyata tak bisa menghalangi pedagang kita kulak ke Cina. Karena pedagang pengin kulak yang murah,” papar Misbahul Munir, pengusaha dan pemain UMKM digital saat tampil dalam webinar literasi digital bertopik ”Pemberdayaan UMKM Selama Masa Pandemi Covid-19”, yang digelar Kementerian Kominfo dan untuk masyarakat Kabupaten Semarang, 28 Juni lalu.
Mengapa kita selalu kalah di harga? ”Lah, kalau jilbab kita paling murah dikulak 20 ribuan, jilbab yang sekualitas dari Cina bisa 5 ribuan, karena kain dan kapasnya Cina bikin sendiri,” sahut Misbahul. Itu sebabnya, ia menyarankan untuk jangan bersaing di harga, karena kita pasti keinjak.
”Mending perbaiki konten promosi untuk garap pasar Eropa. Bersaing ke Turki dan sekitarnya dengan promo digital. Atau, garap pasar dalam negeri yang tetap banyak peluang, asal promosinya bagus secara konten digital,” pesan Misbahul, yang juga fasilitator UMKM Bina Desa Yogyakarta.
Misbahul tak tampil sendiri memaparkan diskusi menarik yang diikuti ratusan peserta seantero Semarang dari lintas generasi dan profesi. Dipandu moderator Tomy Romahorbo, Misbahul ditemani pembicara lain, yakni Samuel B. Oland (CEO dan Founder Mariland Technology Jakarta), M. Ilham Nurfatah (fasilitator dari Kaizen Room), Monika Sri Yuliarti (dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UNS Solo) serta Tya Yuwono, seorang mom preneur yang tampil sebagai key opinion leader.
Target ”go digital” sebagai solusi agar UMKM kita survive, menurut Kemenkop dan UMKM, sudah sangat mendesak. Menurut Samuel B. Oland, dari 64 jutaan UMKM yang saat ini menjadi gantungan populasi serapan tenaga kerja kita hingga 70 persen, faktanya baru 36 persen yang memasarkan produknya secara digital. Yang 18 persen masih mengoperasikan komputer secara konvensional, belum untuk promosi digital, sementara 37 persen masih menjual secara konvensional di toko offline, belum online. Ini pekerjaan rumah terkait urgensi melatih kecakapan digitalnya.
Samuel menambahkan, kita mesti jujur. Jangankan skala Pulau Jawa dan Indonesia, karena UMKM di DKI Jakarta saja baru 41,6 persen yang pemasarannya sudah go digital. ”Padahal UMKM Jakarta itu tulang punggungnya Indonesia. PDB-nya dijagain pajaknya, sementara di luar DKI malah masih 29 persen yang sudah digital. Ini jelas butuh kerja keras banyak pihak,” ujar Samuel.
Salah satu langkah bersaing di dunia maya adalah promosi digital. Branding produk berdasarkan data riset analisa pasar yang tepat merupakan budaya baru marketing bisnis digital. Data box yang disajikan Google setiap saat bisa di-update untuk bisa diketahui selera dan strata pasar yang dicari. Begitu juga detail produk yang laris di pasar saat, itu bisa diintip.
”Data tersebut mesti diolah, lalu buatkan produk yang pas atau sesuai dengan selera pasar. Data itu bisa ditengok gratis kok,” pesan Samuel serius. Tradisi dan perilaku bisnis digital memang mesti diubah dari perilaku pedagang konvensional.
Samuel melanjutkan, dalam podcast Dedy Corbuzier di Youtube belum lama ini, ada yang mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 bisa berlangsung 5 s.d. 10 tahun lagi. Lama banget. Sementara, bisnis tidak bisa menunggu. Untuk berkembang dan maju, kita mesti kreatif dan inovatif. Kalau dua kali seminggu kita bikin promo dengan konten produk baru yang fresh dan menarik, entah itu fashion atau produk apa pun yang dimaui pasar global, jangan capek bikin konten dan share produk kita.
”Jangan malas bikin konten. Kalau mau target penjualan naik 30 persen untuk order luar maupun dalam negeri, teruslah berpromosi. Dalam waktu tiga-enam bulan niscaya bakal ada growing, pertumbuhan omzet. Teknologi digital sangat membantu kita untuk bikin konten. Jadi, kuncinya adalah jangan malas dan terus belajar,” pesan Samuel, sedikit gemas.