Bermedia sosial saat ini sudah menjadi hal yang dilakukan oleh sebagian besar anak muda. Namun terdapat beberapa persoalan dan tantangan, yakni terkait etika bermedia sosial yang harus dipahami.
“Kegiatan bermedia sosial perlu disertai kecakapan dan etika, mulai luruskan motivasi kita dalam bermedsos, pahami alur audiens dan ada aturan-aturan dasar yang perlu dipatuhi oleh warganet yang aktif di media sosial,” ujar P3MD Kemendes PDTT Muhammad Arwani, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Efektivitas Pendidikan Nilai-nilai Kebangsaan dalam Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Selasa (31/8/2021).
Dalam webinar yang diikuti 275 peserta itu, Arwani mengajak seluruh sahabat komunitas pengguna digital di mana pun berada agar tetap berhati-hati dalam menuliskan dan menyampaikan pendapat ataupun pikirannya dalam berkomunikasi di media sosial. Tujuannya agar komunikasi dan interaksi itu tak membuat kita terkena jeratan hukum.
“Kalau dulu pameonya ‘mulutmu harimaumu’, sekarang sudah sedikit bergeser menjadi ‘statusmu atau komentarmu itu harimaumu’. Jadi hati-hati bikin status, hati-hati berkomentar, karena itu semua akan membawa konsekuensi pada kita masing-masing,” kata Arwani.
Arwani mengungkap cakap bermedia sosial perlu penanaman moral atau etika. Dimulai dengan tanamkan nilai moral atau etik dalam diri sendiri, kemudian tanamkan nilai moral etik dalam interaksi sosial di medsos.
“Jadikan aktivitas di medsos ladang pahala bagi kita sendiri dan sesama.
Sebisa mungkin kalau bisa, belajarlah menjadi influencer khususnya para pelajar dan mahasiswa di medsos. Namun ingat, jadilah influencer yang baik. Mulailah sedikit-sedikit memberi pengaruh dan teladan orang lain berbuat kebaikan,” kata Arwani yang selama ini juga berupaya menjadi influencer di akun twiter pribadinya.
Menjadi influencer kebaikan, lanjut Arwani, tak cukup bermodal mental saja. ”Bangun jati diri, buat konten harus menarik, ciptakan interaksi dengan warganet, perhatikan dampak sikap itu kira-kira positif atau negatif,” ujarnya.
Konten menarik tidak harus bertema berat seperti politik, agama atau bidang lain. Konten menarik itu, bisa dimulai dari hobi yang disukai. “Konten yang menarik bisa dari soal kuliner, ada yang hobinya motor jadul, olahraga, ada juga musik. Semua bisa ditanamkan nilai kebaikan. Orang akan tertarik kalau konten itu menarik sehingga mau berinteraksi,” lanjut Arwani.
Tanamkan pula dalam tiap konten itu sikap bermedsos yang baik seperti saring sebelum sharing. Balas interaksi warganet dengan komentar positif, pancing diskusi positif, bikin kuis sekali-sekali waktu.
“Jadi pemberi teladan perbuatan baik itu tak kenal usia, jabatan, latar belakang profesi, agama, pendidikan maupun strata sosial. Karena kebaikan itu universal yakni soal kejujuran kasih sayang, cinta kasih, toleransi, menghargai hak orang lain, dan sebagainya,” kata dia.
Dengan menjadi teladan kebaikan, maka penanaman nilai-nilai kebangsaan melalui media digital akan berhasil. Kata Arwani, teladan ini bisa dilakukan dalam pendidikan di keluarga, sekolah, masyarakat juga di pusat-pusat organisasi.
Narasumber lainnya, dosen Universitas Negeri Semarang Arif Hidayat mengatakan, Pancasila sejak lama hadir sebagai bekal generasi menghadapi perubahan. Tak terkecuali di era disrupsi informasi saat ini.
“Pancasila sebagai bekal di era disrupsi informasi karena nilai-nilai moral yang ada di dalam Pancasila itu tak lekang waktu dan dapat digunakan sebagai pedoman, juga dalam mengolah informasi yang ada di dalam dunia digital,” tegas Arif.
Contohnya, ketika terjadi kasus intoleransi, kita hanya perlu ingat bahwa Indonesia memiliki Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga, lanjut Arif, setiap pengguna perlu selalu berpikir ulang, khususnya sebelum mengunggah konten ke media sosial atau platform lain di negara majemuk Indonesia ini.
“Dengan keberagaman yang ada, pikirkan setiap unggahan di medsos akan berdampak di kemudian hari. Jangan sekali-kali menyebarkan ujaran kebencian atau hate speech, tapi pentingkan nilai persatuan,” urainya.
Arif menambahkan, dalam bermedia sosial setiap pengguna perlu memperkuat keamanan dan kewaspadaan. Ia juga meminta pengguna media digital tidak sembarangan dan asal mengunggah data pribadi yang sensitif ke media sosial. “Data pribadi ini berpotensi dilirik penjahat siber,” kata dia.
Webinar yang dipandu oleh moderator Fikri Hadil ini juga menghadirkan narasumber lain yakni dosen Fisipol UGM Tauchid Komara Yudha, dosen UNS Septyanto Galan Prakoso, serta Nazmia Syahni selaku key opinion leader.