Keterampilan digital tak ubahnya senjata yang harus dimiliki untuk mengarungi kehidupan di dunia digital yang tanpa batas. Itulah salah satu angle yang menjadi bahasan dalam webinar bertema ”Keterampilan Digital yang Wajib Dikuasai di Era Transformasi Digital” yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, Jumat (3/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital untuk mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.
Diskusi virtual ini dipandu oleh Ayu Perwari (penari tradisional) dan menghadirkan empat narasumber: Misbachul Munir (entrepreneur), Ribut Budhi Santoso (Ketholeng Institute Boyolali Indonesia), Nanik Lestari (peneliti MAP Universitas Gadjah Mada), dan Mario Antonius Birowo (staf pengajar Universitas Atma Jaya Yogyakarta). Hadir pula Billy Wardana (Top 3 Mamamia Indonesia) yang bertindak selaku key opinion leader.Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.
Budaya digital dijelaskan oleh Ribut Budhi Santoso sebagai bentuk olah pikir, kreasi, dan cipta karya manusia yang berbasis internet. Di sini manusia menjadi agen perubahan terbentuknya budaya. Namun, manusia juga dituntut mempunyai keterampilan kebahasaan, memiliki ilmu pengetahuan, mempunyai kepercayaan, mempunyai alat, dan harus memenuhi unsur estetika.
Ada empat hal yang digarisbawahi dalam menjalankan budaya digital: manusia menciptakan interaksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi di lingkungan masyarakatnya. Dari sini manusia harus bisa memahami perubahan dan budaya digital tidak bisa dicegah, tapi akan terus berkembang.
”Praktik budaya digital sendiri dapat dilihat dari bagaimana manusia berinteraksi dan berkomunikasi di media sosial. Kondisi pandemi membuat kebiasaan berbelanja online dan melakukan transaksi digital dengan pembayaran non-tunai. Hingga pada pendidikan, bekerja, dan pelatihan sudah menggunakan teknologi dan internet,” jelas Ribut kepada 280-an peserta webinar.
Ia menekankan, dalam budaya digital manusia berperan penting sebagai aktor perubahan. Sedangkan perkembangan budaya digital sangat ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mengubah tatanan kehidupan baru berbasis teknologi digital. ”Hal yang baru itu pasti selalu berkembang. Dan, dari sebuah perkembangan itu selalu ada sisi positif dan negatifnya. Proses itu bergerak pesat dan cepat, kita dipaksa untuk mau tidak mau beradaptasi,” tutupnya.
Mario Antonius Wibowo menyambung diskusi, seraya menyebut: dalam konteks kehidupan di dunia digital, manusia atau pengguna digital harus punya kontrol diri dalam memuat pesan, foto maupun teks. Dalam interaksi digital, sopan santun harus dijaga karena di dunia digital itu kita juga hidup dengan orang lain. Unggahan konten di media digital otomatis akan mempengaruhi orang lain. Tugas kita sebagai pengguna media digital adalah think before posting agar tidak memberi pengaruh negatif kepada orang lain.
”Dengan etika berdigital, setiap pengguna harus membuat dunia digital menjadi ruang bersama yang kondusif buat semua. Jika kita pengguna yang bijak, maka teknologi bisa membantu kesejahteraan manusia,” jelas Mario yang juga anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) itu.
Sebaliknya, lanjut Mario, rendahnya etika digital berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena banyaknya konten negatif. Penipuan misalnya, banyak sekali ditemukan di era ini. Dan perilaku tersebut telah menyalahi etika karena memanfaatkan ketidaktahuan orang lain untuk keuntungan pelaku.
Kontrol diri sangat penting dalam menggunakan media digital, dan memberi pendampingan kepada anak dalam aktivitas digital agar bisa produktif dalam menggunakan internet. Mengajarkan anak untuk membagikan karya, berinteraksi di media sosial dengan bijak, mendorong anak untuk saling mendukung teman dan berkolaborasi menciptakan ruang digital yang positif.
”Penting bagi orangtua untuk mendiskusikan penggunaan teknologi ke anak agar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dapat menghargai pendapat orang lain, dapat bernegosiasi dan bekerjasama. Mengajarkan anak berpikir kritis dalam menerima informasi, serta kreatif dalam membuat konten,” tutup Mario.