Kementerian Komunikasi dan Informatika RI kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan tema “Menjadi Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia”, Senin (13/9/2021). Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kecakapan digital masyarakat.
Dimoderatori oleh tv presenter Oka Fahreza, diskusi virtual diisi oleh empat narasumber: Widiasmorojati (entrepreneur), Yuni Mustani (pegiat kewirausahaan sosial), Arief Gunadi (Kabag Tata Usaha Kanwil Kemenag DIY), dan Imam Khoiri (Kepala Seksi Kepenghuluan dan Fasilitasi Bina Keluarga Sakinah). Selain itu, hadir pula tv presenter Vanda Rainy sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
Sesuai tema, Widiasmorojati tampil perdana menyampaikan paparan dari perspektif keamanan digital atau digital safety. Seiring dengan perkembangan teknologi, kata Widi, digitalisasi memberikan berbagai dampak positif dan juga dampak negatif. Ini karena di ruang digital, semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan aktivitas digitalnya dan memungkinkan adanya tindak kejahatan yang tidak disadari atau diketahui oleh setiap pengguna. Itu sebabnya, pengguna media digital mesti memahami konsep keamanan di ruang digital.
“Keamanan digital adalah konsep memahami proses aktivitas digital, yang dilakukan dengan bijak sesuai nilai dan norma, aman, dan nyaman serta tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain,” jelas Widi, kepada peserta webinar.
Dalam hal keamanan digital, Widiasmorojati menyebutkan, pengguna media digital setidaknya dapat memahami konsep dasar keamanan perangkat digital, keamanan identitas digital, mewaspadai penipuan digital, rekam jejak digital, dan digital bagi anak.
Fitur keamanan digital yang paling vital adalah fitur kata sandi atau password, karena fitur ini merupakan alat yang digunakan untuk keluar dan masuk ke akun digital. Selain itu pengguna perlu memahami fitur two factor authentication sebagai perlindungan ganda akun agar tidak mudah dibobol.
“Keamanan digital juga berkaitan dengan data yang tersimpan pada akun, seperti data keluarga, data finansial, dan data pribadi lainnya yang sifatnya rahasia. Oleh sebab itu, kata kunci, OTP sebaiknya tidak dipublikasikan atau dibagikan dengan orang lain serta mengubah password akun secara berkala untuk menghindari tindak kejahatan digital,” terangnya.
Pengguna media digital mesti waspada dengan kemungkinan penipuan digital. Paham modus-modus penipuan digital seperti modus salah kirim pulsa, salah nominal transfer keuangan, penawaran undian berhadiah, maupun modus telepon yang mengaku sebagai orang terdekat. Modus tersebut biasanya menyertakan link yang akan mengarahkan pada pengisian data, sehingga apabila tidak paham keamanan digital bisa jadi menjadi korban penipuan.
“Kita harus double check tautan sebelum mengakses, serta dapat memilah dan memilih informasi sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Selain itu, juga perlu berhati-hati dalam mengunggah data atau informasi pribadi karena bisa jadi itu menjadi alat oleh oknum untuk melakukan tindak kejahatan,” imbuhnya.
Sementara itu, dari sisi kecakapan digital (digital skills), Yuni Mustani mengatakan, transformasi digital yang turut memicu pro dan kontra terhadap budaya baru perlu dibarengi dengan kecakapan digital yang berlandaskan nilai budaya Indonesia. Yakni, kecakapan digital yang dilandasi dengan pemahaman multikultural dan pluralisme Indonesia, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kecakapan digital tersebut meliputi cakap paham, cakap produksi, cakap distribusi, cakap partisipasi, dan cakap kolaborasi. “Sebagai warga digital paham bahwa ruang digital adalah tempat bertemunya berbagai budaya dan keanekaragaman lainnya, sehingga perlu diisi dengan produksi dan distribusi konten bermuatan positif dan hal-hal kebaikan lainnya,” jelas Yuni.
Yuni mencontohkan beberapa bentuk partisipasi dan kolaborasi untuk mengisi ruang digital dengan hal positif, misalnya gerakan Sonjo (Sambatan Jogja). Inilah gerakan kemanusiaan yang fokus mengulurkan tangan untuk masyarakat rentan dan terdampak pandemi Covid-19. Gerakan ini tidak hanya membantu dalam hal pangan, tetapi juga pembelajaran dan inovasi.
“Gerakan tersebut merupakan salah satu contoh cakap dan menebarkan kebajikan. Gerakan positif lainnya juga bisa temukan di Kitabisa.com yang merupakan platform untuk menggalang dana sosial secara digital. Kemudian, di media sosial ada Twitter Do Your Magic yang telah banyak membantu warga digital dalam berbagai hal. Gerakan-gerakan tersebut perlu kita budayakan agar ada banyak pilihan kegiatan positif di ruang digital,” urai Yuni.
Teknologi, menurut alumni Fisipol UGM ini, sebaiknya digunakan sebagai akselerator untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan manfaat nilai-nilai itu untuk perkembangan peradaban. “Tentunya dengan pondasi modal sosial berupa nilai luhur yang terinternalisasi dalam setiap perilaku dan cara pandang setiap individu,” pungkas Yuni Mustani.