Dosen Fisip Universitas Jember Supranoto menuturkan, perundungan siber atau lebih dikenal juga sebagai cyberbully menjadi satu dari sekian banyak konten negatif ruang digital yang tak boleh didiamkan dan berakar menjadi budaya yang merusak moral bangsa.
”Cyberbully perlu dilawan, diantisipasi, agar tidak terus menerus terjadi,” ujar Supranoto saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (17/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Supranoto mengatakan, perundungan siber yang ditandai dengan tindakan gampang melecehkan atau merendahkan seseorang itu kebanyakan menimpa kalangan anak-anak dan remaja. Perundungan dapat dilakukan melalui pesan singkat, email, blog, media sosial, atau halaman web demi mengganggu, mempermalukan dan mengintimidasi seseorang. ”Cyberbully ini banyak jenisnya, namun kadang bisa disadari dan tidak disadari,” ujar Supranoto.
Jenis perundungan siber itu antara lain cyberbully flaming, yakni perundungan berupa mengirimkan pesan yang berapi-api dengan kata-kata kasar tentang seseorang. Selain itu, ada online harassment atau pelecehan, yang bentuknya juga berkali-kali mengirim pesan atau gambar hinaan untuk menyerang dan menyakiti perasaan seseorang melalui email dan pesan teks.
”Yang tak kalah bahayanya adalah jenis perundungan siber denigration atau fitnah, karena ini bentuknya mengirim pernyataan yang merugikan, tidak benar, atau kejam tentang seseorang ke orang lainnya atau memposting hal tersebut di media sosial,” tegas Supranoto.
Perundungan siber juga bisa berbentuk impersonation atau peniruan, yakni tindakan berpura-pura menjadi orang lain dengan membobol akun orang yang menjadi korban dan mengirim atau memposting materi yang membuat orang itu menjadi terlihat buruk atau membuat orang tersebut dalam masalah atau bahaya ataupun merusak reputasinya.
”Perundungan siber tak sedikit pula yang berbentuk outing and tickery, yakni dengan menyebarkan rahasia seseorang, meneruskan pesan atau gambar pribadi dengan menipu seseorang agar mengungkapkan rahasia atau informasi memalukan yang kemudian disebarkan secara online,” kata Supranoto.
Perundungan siber paling sederhana dapat pula ditemui melalui exclusion atau pengucilan. Yakni, secara sengaja mengucilkan atau mengeluarkan seseorang dari grup online. Sedangkan tak kalah populernya perundungan siber berbentuk cyberstalking atau penguntit, yang berulang kali mengirim pesan mengandung ancaman atau aktivitas online lainnya yang membuat orang lain merasa ketakutan karena keamanan pribadinya diketahui.
”Untuk menghindari perundungan siber ini, waspadai jejak digital yang ditinggalkan,” saran Supranoto. Jejak digital itu bisa postingan di media sosial, pencarian di Google, tontonan di YouTube, jalur ojek online, pembelian di marketplace, games online yang dimainkan, aplikasi yang diunduh, musik online yang diputar, sampai situs web yang dikunjungi.
Narasumber lain dalam webinar kali ini, dosen DKV Universitas Sahid Surakarta Ahmad Khoirul Anwar mengatakan, kesadaran terhadap keamanan digital penting guna mencegah agar media sosial tidak menjadi senjata makan tuan. ”Kita harus memulai kebiasaan menjaga keamanan digital, mulai dari akun-akun kita, menjaga keamanan akses internet kita, termasuk menjaga kesantunan atau etika masing-masing,” kata Khoirul.
Khoirul menilai, masih banyak pengguna media sosial yang belum optimal dalam memproteksi akun-akun dan perangkat digitalnya. Termasuk, belum optimal dalam memagari diri agar tak tembus berita hoaks. ”Berita hoaks bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan mental, menimbulkan kecemasan sampai pada kekerasan. Berita hoaks dihadirkan untuk memanipulasi banyak orang, dan kita masih banyak yang menjadi korban,” ujarnya.
Dipandu oleh moderator Dannys Citra, webinar ini juga menghadirkan narasumber penulis konten Jaring Pasar Nusantara Murniandhany Ayusari, dan digital marketing Pesona Magelang Yasin Awan Wiratno, serta Ramadhinisari yang bertindak selaku key opinion leader.