Minggu, November 17, 2024

Menerapkan suri tauladan Rasul dalam bermedia sosial

Must read

Salah satu platform media digital yang paling tinggi penggunanya adalah media sosial. Berbagai alasan orang memakai media sosial, entah untuk keperluan interaksi dan komunikasi sosial, urusan pekerjaan, atau media belajar. Apa pun alasannya, Wakil Rektor 3 IAIN Pekalongan Muhlisin mengatakan, bermedia sosial hendaknya memiliki prinsip etika yang berlandaskan akhlakul karimah atau perilaku yang baik.

Pengguna media sosial, berdasarkan survei dari Broadband Search pada 2021, terdiri dari mayoritas usia produktif atau usia 16-29 tahun. Melihat realitas bahwa usia remaja awal dan dewasa awal rawan terhadap serangan psikologis, penggunaan media sosial perlu dipagari dengan etika atau dalam pendekatan agama adalah dibekali dengan akhlak yang baik.

”Bermedia sosial merujuk pada akhlak Rasul yang menjadi teladan kita dalam berperilaku, yaitu siddiq, fathonah, amanah, dan tabligh. Empat akhlak tersebut memuat kecerdasan spiritual, kecerdasan berpikir, kecerdasan sosial, dan kecerdasan emosional,” terang Muhlisin kepada 450-an peserta webinar literasi digital, yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (17/9/2021).

Konsep dasar akhlak di sini merujuk pada budi pekerti yang baik. Media sosial menjadi cermin akhlak yang mengekspresikan karakter atau kepribadian, bakat dan minat, reputasi dan kewibawaan, kecerdasan dan pola pikir seseorang. Oleh sebab itu, dalam bermedia sosial harus memiliki misi akhlakul karimah.

Akhlakul karimah dalam bermedia sosial hukumnya wajib ain jika itu untuk produktivitas yang baik, berkomunikasi dan menyebarkan informasi yang bermanfaat. Serta menjadi wajib ketika membumikan moderasi, karena tidak sedikit konten negatif yang dapat ditemui di ruang digital. Juga menjadi wajib ketika bermedia sosial itu untuk mewujudkan harmoni kehidupan, menjalin persaudaraan,” ujar Muhlisin.

Sementara itu Analis Data dan Informasi UPTD IAIN Pekalongan M. Nurfathoni menambahkan, media sosial memiliki sisi positif dan negatif tergantung bagaimana pengguna memanfaatkannya. Bagi anak dan remaja, penggunaan media sosial tanpa pengawasan dapat memberi pengaruh buruk. Misalnya menjadi malas berkomunikasi di dunia nyata dan lebih mementingkan diri sendiri.

Menurut Nurfathoni, media sosial tidak memiliki aturan ejaan dan tata bahasa tulisan yang ingin disampaikan, sehingga pengguna cenderung merasa bebas dalam berekspresi. Ekspresi berlebihan di media sosial dapat menjadi ladang kejahatan tertentu.

Nurfathoni kemudian menjelaskan beberapa aturan dasar bergaul di media sosial agar tak terjerumus pada hal negatif. Yakni, memasang foto profil dan biodata secukupnya, serta tidak berlebihan dalam membagikan informasi pribadi. Berikutnya, menggunakan kalimat yang pantas dalam mengunggah konten, karena bisa menjadi bahan konten orang lain yang dapat menjatuhkan reputasi diri. Selain itu, selektif dalam menerima dan menambah teman. Cek dulu profil pengguna.

”Prinsipnya, dalam bermedia sosial, khususnya dalam mengunggah atau membagikan informasi, adalah memastikan informasinya benar dan valid. Memberikan manfaat dan penting diketahui banyak orang. Juga, memastikan apakah konten itu tidak melanggar hukum dan tidak melanggar hak cipta orang lain. Buat dan distribusikan konten yang mengandung kebaikan,” jelasnya.

Kalau menganut fatwa MUI, bermedia sosial hendaknya dilakukan untuk meningkatkan imtaq, tidak kufur, dan maksiat. Kemudian untuk mempererat persaudaraan sesama manusia maupun berbangsa, serta memperkokoh kerukunan.

Sebaliknya, media sosial tidak seharusnya untuk melakukan ghibah dan fitnah, merundung dan mengumbar ujaran kebencian. Media sosial tidak untuk menyebar hoaks, maksiat, atau hal negatif lainnya.

Diskusi virtual yang dimoderatori oleh master of ceremony Eva Jalesveva ini juga disemarakkan dengan kehadiran narasumber lain: Muhammad Ihsan Fajri (entrepreneur) dan M. Jadul Maula (Pengasuh PP Budaya Kaliopak Yogyakarta), serta Anunk Aqeela (fashionpreneur) yang menjadi key opinion leader dalam diskusi.

Kegiatan webinarnya sendiri merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan secara serentak di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article