Transformasi digital rupanya telah membuat sebagian warganet, disadari atau tidak, sangat tergantung hidupnya pada dunia digital. Riset terbaru The World Press Trends 2020 yang dikutip Arif Hidayat, pengajar Universitas Negeri Semarang (UNES) menguraikan fakta baru. Delapan dari sepuluh orang pengguna smartphone setiap 15 menit mengakses internet sejak bangun tidur, entah untuk sekadar berinteraksi, bertransaksi atau tujuan apa pun.
Bahkan, riset InMobi terkait perilaku konsumen global dalam mengakses beragam media sosial sejak bangun tidur itu sebagai kegiatan setiap hari. ”Yang memakai ponsel bisa selama 97 menit, memakai laptop 37 menit, akses TV 81 menit, bahkan kalau memakai desk top mencandu sampai 70 menit. Sementara dengerin radio 44 menit dan baca media cetak 33 menit. Tapi, semua akses itu memicu dampak: para warganet mengalami masalah kurang atau susah tidur. Yang lebih jadi problem, apakah yang diakses itu bermanfaat atau mudharat?” papar Arif yang dosen Fakultas Hukum UNES.
Menurut Arif, hal itu menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Inilah pula tantangan yang sebenarnya dari transformasi digital. Yakni, agar kita tidak terjebak dalam arus buruk dunia digital. Sebab, dari fakta riset di atas, ponsel menjadi sarana yang paling banyak dan paling lama untuk mengakses media sosial dalam keseharian kita,” ujar Arif Hidayat di depan ratusan peserta webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Kendal, 1 Juli lalu.
Arif menambahkan, kunci kita untuk bisa memenangkan peran transformasi digital adalah digital mindset kita sendiri. Internet dan ponsel hanyalah alat untuk mencapai tujuan. Yang kita sadari, pola pikir digital kita mesti membuat dan mengakses yang positif saja. Juga membuat konten dan dagangan dengan alat digital yang menguntungkan dan menambah manfaat hidup kita.
”Kalau tidak, kita hanya menjadi objek dagangan globalis semacam Mark Zuckerberg, bos Facebook, yang kini penghasilan tahunannya 3 x lebih gede daripada APBN Jerman dalam setahun. Kita mesti mengambil manfaat juga dari dunia digital, jangan cuma jadi objek,” pesan Arif.
Ditambahkan, kecakapan menangkap peluang itu yang perlu makin diasah oleh para warganet. Jangan malah jago menebar kebencian dan menjadi penerus hoaks atau kabar bohong yang tak manfaat tapi nyatanya malah terus berkembang dari tahun ke tahun.
Narasumber Kokok Herdianto Dirgantoro, founder dan CEO Opal Communication menimpali dengan mengajak mencermati temuan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Mafindo menyebut, berita hoaks yang muncul pada 2018 tercatat sebanyak 997 berita, lalu pada 2019 naik menjadi 1221 konten. Bahkan, pada 2020 konten berita hoaks kembali naik di angka 2024. ”Temanya beragam, dari isu artis mati, politik, agama, kesehatan, hingga memuncak pada berita covid sebagai isu yang paling banyak konten berita hoaksnya. Sungguh memprihatinkan,” ujar Kokok.
Terkait kecakapan digital dan kecakapan warganet dalam menangkap peluang, narasumber Dede Fajar Kurniawan memastikan, kecakapan seperti itu tidak mesti dimiliki oleh orang berpendidikan tinggi. ”Di Jakarta, ada seorang tukang kopi keliling pakai sepeda yang memanfaatkan ponsel sambil menunggu dagangan di perempatan jalan. Kita bimbing dia sewajarnya, sampai bisa menemukan peluang bisnis online: membangun jaringan lewat ponsel,” kata Dede, seorang motivator digital entrepreneur UMKM.
Hasilnya? Tukang kopi tersebut, kata Dede, memutuskan meninggalkan bisnis kopi jalanan, beralih menjadi pengusaha online. Kini, dia sudah bisa membeli tiga rumah dan dua mobil, di antaranya berkat bisnis konveksi online yang sudah lintas provinsi bahkan masuk ke Negeri Jiran.
”Kata kuncinya mindset positif dan pahami aturan di dunia maya, juga pahami netiket agar tidak membuat masalah. Karena, meski dunia maya, tapi kalau bikin malu keluarga bahkan masuk penjara, malunya sekeluarga dan penjaranya itu nyata,” tutur Dede.
So? ”Mending selalu positif mengambil peluang. Jangan malu belajar dan mengikuti success story tukang kopi yang sempat kita bimbing sebagai UMKM digital entrepreneur itu,” cerita Dede Fajar, yang juga seorang manajer artis dan pernah menjadi brand ambassador Yahoo tahun 2011 yang menginspirasi peserta webinar sebagai key opinion leader.
Arif Hidayat, Kokok dan Dede tampil dalam webinar yang membahas topik ”Mengubah Sudut Pandang Melalui Pemanfaatan Teknologi Digital yang Positif”, yang diikuti ratusan warga Kabupaten Kendal. Diskusi virtual ini dipandu moderator presenter TV Subkhi Abdul, dan menampilkan juga narasumber Dr. E Nugraheni Prananingrum, dosen Universitas Negeri Jakarta, dan Zainudin Muda Manggilo, dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.