Sabtu, November 23, 2024

Tumbuhkan lagi budaya tulis dalam membangun digital culture

Must read

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus aktif menggelar webinar literasi digital, yang merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

Kali ini, Rabu (25/8/2021) webinar diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, dengan tema diskusi ”Kreativitas Tenaga Pendidik dan Siswa SMP dalam Penggunaan Fasilitas Internet untuk Kegiatan Belajar Mengajar”.

Melalui program tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kecakapan literasi digital masyarakat, yang meliputi: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. Kegiatan ini sekaligus menjadi langkah pemerintah dalam mendukung percepatan transformasi digital.

Diskusi virtual kali ini dipandu oleh presenter Nadia Intan dengan empat narasumber: Mujiantok (founder Atsoft Technology), Eko Nuryono (digital media strategist), Imam Wicaksono (praktisi pendidikan), dan Arif Hidayat (dosen Universitas Negeri Semarang). Selain itu, juga ada penulis Brian Krishna yang hadir sebagai key opinion leader.

Bicara penggunaan teknologi, masa pandemi menjadi titik tertinggi di mana semua orang berduyun-duyun beradaptasi. Kondisi tersebut sekaligus mengubah pola aktivitas sehari-hari, dari kegiatan yang dilakukan secara langsung kini bersemayam di ruang vitual, dari sini masyarakat dituntut memahami literasi digital dan mengikuti perkembangan budaya digital.

Imam Wicaksono mengatakan, literasi digital menjadi penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dan media digital. Mudahnya akses teknologi menumbuhkan rasa keingintahuan ilmu pengetahuan yang membentuk pola pikir individu, membentuk pribadi kreatif, inovatif, dan berpikir kritis.

”Sebelum budaya digital, kita sudah mengenal budaya lisan dan tulisan terlebih dahulu dan keduanya hendaknya berjalan secara beriringan. Namun faktanya, budaya tulis di Indonesia belum begitu membumi dan sudah disodorkan dengan adanya digitalisasi. Untuk mendukung pilar literasi digital, kita perlu menumbuhkan kembali minat membaca dan menulis di platform digital,” ujar Imam Wicaksono.

Budaya tersebut dapat ditumbuhkan kembali dengan mulai banyak membaca. Dari membaca, akan diserap berbagai ilmu pengetahuan yang akan mempengaruhi kemampuan kita dalam menulis, mengolah kata dengan diksi yang pas dan menarik. Lalu, praktik dengan menulis kalimat pendek, bisa melalui takarir unggahan, misalnya. Kemudian belajar membuat ringkasan bacaan dan melanjutkan tulisan orang. Selan itu, untuk menambah wawasan terkait kepenulisan, bisa mengikuti forum penulis.

”Ketika hal tersebut dilakukan, maka kita tidak akan menemukan kesulitan dalam menentukan topik dan memperkaya diksi. Dengan cakap menulis dapat membentuk pola pikir dan argumen yang terstruktur, menjadi pribadi yang menarik, komunikatif, dan tidak membosankan. Serta memiliki daya imajinasi yang berkembang dengan baik. Karenanya, di era disrupsi hendaknya berlomba menjadi pribadi yang selalu termotivasi untuk mengusahakan hal-hal yang menjadi tuntutan zaman dan ilmu pengetahuan,” urai Imam Wicaksono.

Sementara itu, dari sisi etika digital, Arif Hidayat menyampaikan, etika dalam bermedia digital berarti mampu menyeimbangkan akal dan perasaan. Agar dalam bermedia digital kita mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah, bisa berkomunikasi, dan berkolaborasi.

”Awal untuk membangun satu sistem etika adalah dari diri kita. Melihat inovasi yang ada untuk meningkatkan belajar daring. Namun, pada intinya, orang yang belajar dan mengajar harus mampu mengenali diri sebagai etika dasar dalam bersosial,” ujar Arif.

Arif menambahkan, kita harus tahu diri bahwa dalam beretika di ruang digital tidak boleh mengganggu atau merendahkan orang lain dan tugas pendidik adalah mempersiapkan murid menjadi manusia yang bermanfaat melalui kemajuan teknologi.

”Dengan dua hal tersebut, kita akan menjadi mawas diri dan menghasilkan harga diri serta memiliki jati diri yang bisa berkontribusi dalam menjaga ketertiban di ruang digital,” jelas Arif Hidayat kepada 800-an peserta diskusi.

Kata Arif, dalam pembelajaran jarak jauh harus mencakup prinsip etos, etis, dan ethes, di mana ada kesinambungan antara pikiran, tubuh, dan jiwa untuk beradaptasi dengan perubahan metode belajar di masa pandemi.

Sementara, Arif menyebut, kreativitas dalam pembelajaran jarak jauh dengan kolaborasi penggunaan teknologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan Skype untuk belajar sejarah, Google Classroom untuk belajar kimia, Google Maps untuk belajar geografi, video stop motion untuk belajar teknologi, serta menggunakan game edukatif untuk menarik atensi siswa dalam belajar.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article