Semarang – Pandemi mempercepat proses transformasi digital termasuk dalam cara bertransaksi. Penggunaan dompet digital pun menunjukkan adanya tren peningkatan belanja online. Hal itu sekaligus jadi indikator adanya kecenderungan konsumerisme. Apalagi adanya hari belanja online nasional (Harbolnas) yang jatuh setiap tanggal 12 Desember.
“Data transaksi e-commerce di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia gemar belanja online. 90 persen masyarakat pernah belanja online,” ujar Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta) saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (27/7/2021).
Menurut dia, transaksi digital memang memiliki sejumlah keunggulan dibanding transaksi konvensional pada umumnya. Biaya operasional lebih efektif dan efisien. Selain itu, toko juga dapat beroperasi 24 jam atau tujuh hari per minggu. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional global. Katalog produk bisa selalu up to date.
Yang pasti, kata dia, pemasaran produk tidak memerlukan toko offline berupa bangunan fisik untuk memajang barang. Sedangkan dari aspek permodalan relatif lebih sedikit. Pemilik usaha dapat dengan mudah mengenali kompetitor.
Lantas bagaimana menyikapi fenomena itu dari sisi perspektif budaya digital? Pada webinar bertema Bijak Berkomentar di Ruang Digital itu, Mustafid menyatakan perlunya penguasaan kompetensi digital. Tujuannya agar setiap individu mampu berperan sebagai warga negara dengan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya.
Sebaiknya digital culture diarahkan untuk mendorong kecintaan pada produksi dalam negeri. Itulah perwujudan dari bukti dari bela negara secara ekonomi.
Narasumber lainnya, Pegiat Literasi Komunitas, Al Farid, antara lain menjelaskan kelebihan dan kekurangan dompet digital beserta kiat-kiatnya supaya tidak konsumtif.
Dipandu moderator Vania Martadinata, webinar juga menghadirkan narasumber Seno Adi Nugroho (Entrepreneur & Co Founder Rempah Karsa), I Gusti Putu Agung Widya Goca (Dosen FEB UNR & Founder CV Goca Techno Abadi – IAPA) dan Mahe Wijaya (Banker dan Content Creator) sebagai key opinion leader. (*)