Perkembangan teknologi digital sudah semestinya dibarengi dengan kecakapan agar bisa menjadi warganet cerdas di era digital. Di titik ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membuat program nasional literasi digital. Secara virtual, literasi digital salah satunya disampaikan dalam webinar yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, pada Kamis (12/8/2021) dengan tema “Menjadi Cerdas di Era Digital”.
Kompetensi literasi digital tersebut meliputi digital culture, digital skill, digital ethics, dan digital safety. Dengan wawasan tersebut masyarakat diharapkan dapat menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan lebih baik lagi.
Isharsono (founder ISTAR digital marketing center) mengawali diskusi dengan berfokus pada keamanan digital. Ia mengatakan, secara umum keamanan digital merupakan konsep penggunaan internet untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari kemungkinan bahaya atau risiko di dunia daring.
Hal itu disampaikan melihat fakta dan data pengguna internet warga Indonesia yang termasuk ke dalam sepuluh besar negara yang penduduknya kecanduan internet. Warga digital Indonesia rata-rata menghabiskan hampir sembilan jam per hari dengan tiga jam lebih digunakan untuk mengakses media sosial atau hanya untuk main-main. Nyatanya, penduduk Indonesia juga sangat bergantung pada teknologi mesin pencarian untuk mencari jawaban atas suatu informasi.
Di sinilah menurut Isharsono pentingnya menjaga keamanan digital. Setidaknya ada dua aspek keamanan digital yang secara umum harus dipahami, yakni bagaimana pengguna internet itu aman secara konten, isi, dan narasi, serta aman secara perangkat hardware dan software-nya.
“Kalau kita lihat, warga digital Indonesia memanfaatkan internet sebagai sumber informasi apa saja termasuk konten yang negatif dan konten positif. Namun dalam suatu penelitian disebutkan, hampir 70 persen informasi yang disuguhkan di internet adalah informasi sampah. Bahayanya adalah jika kita tidak punya kemampuan untuk memilih dan memilah, kita bisa jadi menelan informasi secara mentah-mentah,” ungkap Isharsono.
Lanjut Isharsono, agar menjadi cerdas di era digital khususnya dalam hal keamanan pengguna internet harus berpikir berkali-kali sebelum melakukan sesuatu atau melangkah ke dalam dunia digital. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali dulu tentang keamanan digital, mengetahui dan memahami bahwa hidup di dunia digital diatur dalam UU ITE.
“Pengguna tidak bisa bebas sebebas-bebasnya, tetapi ada etika dan moral yang berlaku di dalamnya. Kita mesti harus tahu aplikasi apa saja yang bisa digunakan sesuai kebutuhan dan usia pengguna dan bagaimana menggunakannya dengan bijak. Ingatlah, selalu ada oknum yang memanfaatkan data dan identitas orang lain tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ada banyak sekali kejahatan yang terjadi di dunia digital yang harus kita waspadai,” terangnya kepada seratusan peserta diskusi.
Langkah aman dalam menggunakan perangkat digital adalah dengan membiasakan log out dari akun-akun digital setelah digunakan, mengaktifkan pengaturan privasi pada perangkat dan akun dengan memasang password yang rumit dan kuat. Tidak sembarang buka link aneh, menghapus riwayat pencarian, dan meminimalisir penggunaan wifi publik karena bisa menjadi pintu pencurian data.
Ia menekankan, dunia digital adalah duplikasi dari dunia nyata, yang di dalamnya ada kebaikan dan juga kejahatan. Apa yang ada di dunia nyata juga ada di dunia digital. Informasi yang positif akan melahirkan ide dan kreativitas yang baik yang dapat diolah menjadi konten kebaikan dan menghasilkan perilaku yang positif juga. Sebaliknya ide negatif akan melahirkan produksi konten yang melanggar dan menimbulkan perilaku yang kontradiktif yang hasilnya adalah informasi sampah ataupun tontonan tidak bermutu.
“Secara cerdas kita memaksimalkan potensi dunia digital untuk kegiatan yang produktif seperti kegiatan bisnis, mengembangkan hobi dan kreasi, sarana dakwah, media pembelajaran atau transfer ilmu pengetahuan, komunikasi dan menjalin jejaring silaturahmi,” tutupnya.
Dari sudut pandang etika digital, M. Nur Arifin (asosiasi antropolog Indonesia) mengingatkan kembali bahwa sebagai warga Indonesia, kita memiliki beragam budaya, adat, bahasa, suku, etnik, agama dan keyakinan yang semuanya melebur menjadi satu. Jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi seharusnya menghadapi keragaman tersebut tidak membuat kita kaget saat berada di dunia digital. Seharusnya tatanan yang ada di dunia nyata juga bisa dibawa di dunia digital, sehingga survei Microsoft yang menobatkan warganet Indonesia tidak sopan itu tidak akan terjadi.
Perlu diingat, dunia riil dan dunia digital sama, keduanya sama-sama berinteraksi dengan manusia. Ada sopan santun, adat istiadat dan etika di dalamnya, juga sama-sama diatur dalam undang-undang. Maka dari itu kita perlu hati-hati saat beraktivitas di dunia digital dan hanya meninggalkan kebaikan saja di sana.
“Ada etika dunia digital yang sebenarnya diajarkan sejak di dunia nyata, baik oleh guru maupun orangtua yang selalu kita pegang teguh. Di dunia digital kita harus punya kesadaran, memiliki tujuan dan dituntut punya integritas atau kejujuran karena di dunia digital ada potensi manipulatif, manipulasi, plagiasi dan pelanggaran hak cipta. Di dunia digital kita dituntut melakukan kebajikan dan wajib bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan oleh perilaku kita,” imbuh Arifin.
Karena itu, diperlukan kompetensi warganet dalam mengakses baik mengenal alat transaksi dan lapaknya, juga mampu memverifikasi dan bijak dalam bermedia sosial. Pada kompetensi kognitif, netizen harus mampu mengetahui ragam jenis dan cara interaksi dan transaksi di dunia digital. Kemampuan afektif, netizen diharapkan mampu menilai jenis dan langkah-langkah praktik interaksi dan transaksi sesuai peraturan. Juga kompetensi konatif di mana warganet mampu mempraktikkan jenis dan keamanan interaksi dan transaksi di dunia digital.
“Cara pintar di era digital dengan menguasai digital skill dan digital safety, yakni cakap dalam mengoperasikan perangkat, cakap pilah dan pilih info sebagai sumber iptek, melindungi keamanan perangkat dan sadar melindungi diri dan sesama. Juga menguasai digital culture dan digital ethics bahwa kita semuanya punya moralitas agama, etika, norma dan pranata sosial, nilai pancasila dan kebhinekaan, juga sadar hukum.”
Cerdas di era digital dengan fokus pada bakat dan minat dan mempelajari satu atau dua media dengan baik serta menguasainya. Mampu membangun personal branding dan berkolaborasi dengan orang sukses untuk memanfaatkan internet dan teknologi dengan bijak. (*)