Perkembangan teknologi informasi yang diikuti kemunculan ruang publik baru media sosial menyimpan banyak dampak positif. Di antaranya, untuk membangun relasi dan menyebarkan informasi secara cepat yang berguna bagi banyak orang. Seperti di masa pandemi Covid-19, yang membuat mobilitas dan tatap muka berganti dengan aktivitas daring.
Namun, efek negatif dari cepatnya arus informasi yang disebar lewat media sosial ini sangat memungkinkan dimanipulasi oleh sebagian pihak. Antara lain untuk menyebar informasi palsu dan ujaran kebencian yang tak terkendali, sehingga berpotensi memicu gangguan dalam ranah sosial masyarakat dan perpecahan.
Kondisi di atas terjadi karena di ruang medsos orang tak perlu berinteraksi langsung atau tatap muka. Namun orang bisa bebas menuangkan segala ekspresi, informasi dan perasaannya, kapan pun, di mana pun, dan tak peduli efeknya bagi penerima.
“Jadi ketika mendapat informasi yang masuk melalui media sosial, gunakan itu sebagai pegangan saja. Jangan diyakini dulu sebagai sebuah kebenaran,” kata konsultan komunikasi dan media sosial Wicaksono saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Penggunaan Sarana Digital sebagai Penanggulangan Covid-19,” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (13/8/2021).
Wicaksono yang beken dengan akun berjuluk @NdoroKakung membeberkan, informasi yang datang melalui media sosial itu sebelum terverifikasi kebenarannya juga pantang untuk disebarluaskan. Hal itu berlaku sampai informasi tersebut mendapatkan verifikasi yang faktual dan teruji.
“Jadi sebelum ketemu kebenarannya, jangan sampai diviralkan dulu. Jadikan pegangan saja. Jangan dijadikan sebagai keyakinan, karena di ruang digital banyak informasi yang belum jelas asal muasalnya,” Wicaksono menguraikan.
Wicak lalu merekomendasikan pengguna ruang digital untuk tabayyun. Yakni, melakukan verifikasi, check and recheck, meneliti kembali informasi tersebut. Agar informasi yang diterima tidak menjadi sumber yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jika abai dengan proses memverifikasi, mengklarifikasi, memeriksa, dan meneliti suatu informasi yang muncul di medsos lalu ikut menyebarkannya, maka berpotensi menimbulkan kegaduhan, bahkan bisa berujung ke perpecahan.
Wicak pun mengingatkan, tantangan dalam upaya memutus penyebaran virus Corona saat ini berhadapan dengan hambatan lain yakni infodemik seputar Covid-19.
Infodemik ini menunjuk pada informasi berlebih tentang sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut.
Narasumber lain dalam webinar itu, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Pekalongan Anis Rosidi mengatakan, penggunaan sarana digital sebagai penanggulangan Covid-19 memang semakin populer di masa pandemi ini.
Misalnya, Kemenkominfo menciptakan aplikasi Peduli Lindungi, yang merupakan aplikasi untuk menelusuri kontak tracking, tracing demi memperkuat upaya penurunan penyebaran Covid-19.
“Aplikasi Peduli Lindungi inilah yang membantu meningkatkan partisipasi masyarakat guna melaporkan lokasi dan riwayat perjalanan selama pandemi,” kata Anis.
Sedangkan di Kabupaten Pekalongan, pemkab menciptakan dan mengelola website corona.pekalongankab.go.id sebagai bagian dari sistem monitoring Covid-19 di Kabupaten Pekalongan.
“Masa tanpa aktivitas tatap muka yang mengandalkan media digital ini menjadi paradigma baru sistem pemerintahan ke depan. Baik dalam pemanfaatan teknologi informasi, keterbukaan, dan single and open data system,” tegas Anis.
Webinar yang dimoderatori Harry Perdana ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni Seno Adi Nugroho (entrepreneur & co-founder Rempah Karsa), Mutmainah (Sekretaris PPPKMI-Praktisi Promosi Kesehatan) serta seniman Dibyo Primus selaku key opinion leader. (*)